Rabu 31 Jan 2018 12:22 WIB

Pertahankan Guantanamo, Trump Batalkan Perintah Obama

Trump menilai pembebasan tahanan teroris adalah tindakan bodoh.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Donald Trump
Foto: AP
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump telah menandatangani sebuah perintah eksekutif untuk membatalkan keputusan Barack Obama menutup kamp penjara di Teluk Guantanamo. Pembatalan keputusan Obama diumumkan Trump dalam pidatonya di Gedung Putih, Selasa (30/1).

 

"Di masa lalu, kita dengan bodohnya telah membebaskan ratusan teroris berbahaya, hanya untuk bertemu mereka lagi di medan perang, termasuk pemimpin ISIS, al-Baghdadi," ujar Trump, dikutip the Independent.

"Saya baru saja menandatangani, sebelum masuk, perintah yang mengarahkan Menteri Mattis ... untuk memeriksa kembali kebijakan penahanan militer kita dan untuk tetap membuka fasilitas penahanan di Teluk Guantanamo," tambah dia.

 

Baca juga, Tersangka Teror di New York Dikirim ke Guantanamo.

 

photo
Penjara terorisme Guantanamo, Kuba

Salah satu hal pertama yang dilakukan Obama saat memasuki Gedung Putih pada 2009 adalah menandatangani perintah eksekutif untuk menutup penjara kontroversial yang terletak di pangkalan militer AS di ujung Kuba itu. Meskipun Obama mampu mengurangi jumlah tahanan di penjara tersebut hingga berjumlah 41 orang yang tersisa saat ini, keputusannya ditentang oleh Kongres.

 

Perintah eksekutif baru Trump meminta AS mempertahankan opsi untuk menahan musuh di pusat penahanan itu bila diperlukan. Kebijakan ini mengharuskan Menteri Pertahanan untuk merekomendasikan kriteria individu yang ditangkap oleh AS dalam konflik bersenjata, dan memutuskan untuk mengirim mereka ke Teluk Guantanamo.

"Perintah eksekutif ini untuk melindungi Amerika Serikat dan warganya dari ancaman signifikan yang terus berlanjut. Penahanan musuh yang ditangkap dalam konflik bersenjata adalah aksi perang yang sah dan perlu yang harus terus dilakukan di Amerika Serikat," ujar Gedung Putih.

 

Presiden AS George W Bush membuka kamp penjara Guantanamo setelah serangan 11 September untuk menahan dan menginterogasi musuh yang dicurigai, yang dikumpulkan dari medan perang di Afghanistan. Penjara ini kemudian digunakan untuk menahan sejumlah tahanan yang ditangkap sebagai bagian dari perang melawan teror.

Banyak yang ditahan selama bertahun-tahun tanpa diadili. Pada puncaknya di 2003, fasilitas penahanan tersebut menampung hingga 800 tahanan.

 

photo
Tahanan Guantanamo

Sebuah laporan mengatakan, Trump mendapat dukungan dari sekelompok anggota Partai Republik yang cukup vokal, termasuk senator Lindsey Graham dan John McCain. Keduanya percaya tersangka teror harus diadili melalui proses komisi militer dan bukan di pengadilan sipil.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement