REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya menyesuaikan waktu luang untuk pemeriksaan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI Sofyan Djalil. Pemeriksaan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi proyek reklamasi Pulau Teluk Jakarta.
"(Pemeriksaan Sofyan) masih dalam proses penentuan waktu," kata Kepala Subdirektorat Sumber Daya Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Sutarmo di Jakarta, Rabu (31/1).
Sutarmo memastikan penyidik meminta keterangan dari pihak terkait sesuai kewenangan dengan proyek reklamasi Pulau Teluk Jakarta. Beberapa saksi yang telah menjalani pemeriksaan dari lembaga seperti Dinas Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta, Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu hingga pejabat setingkat menteri.
"Kalau seluruh sudah hampir 40 orang termasuk pelaksana reklamasi dan pengambilan kebijakan," ujar Sutarmo.
Namun, Sutarmo enggan mengungkapkan materi pemeriksaan agar tidak mengganggu penyidikan dugaan kasus korupsi reklamasi pulau tersebut. Menurut Sutarmo, penyidik menggali informasi administrasi pembangunan proyek reklamasi Pulau Jakarta termasuk penelusuran Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Awalnya, penyidik Polda Metro Jaya mengagendakan pemerikaan Sofyan Djalil sebagai saksi pada Senin (29/1). Namun, pembantu Presiden itu tidak memenuhi panggilan lantaran kesibukannya.
Sebelumnya, polisi telah memeriksa tiga saksi yakni Kepala Bidang Peraturan BPRD DKI Jakarta, Kepala Bidang Perencanaan BPRD DKI Jakarta dan staf BPRD Penjaringan Jakarta Utara pada Rabu (8/11). Anggota Poda Metro Jaya telah meningkatkan status laporan perkara proyek pulau reklamasi dari penyelidikan ke penyidikan.
Berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik mengindikasikan proyek reklamasi Pulau C dan D terjadi penyelewenangan anggaran negara. Dugaan penyelewengan anggaran negara itu pada NJOP Pulau C dan D yang ditetapkan DPRD DKI senilai Rp 3,1 juta per meter.
Namun, realisasinya mencapai kisaran Rp 25 juta per meter hingga Rp 30 juta per meter. Terkait penetapan NJOP itu, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menduga terjadi tindak pidana korupsi pada proyek reklamasi pulau tersebut.