REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Badan pangan dan pertanian PBB, Food and Agriculture Organization (FAO), menyebutkab bahwa penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan antibiotik dalam makanan terjadi sangat besar-besaran di kawasan Asia Tenggara. Menurut Ketua dokter hewan FAO, Juan Lubroth, penyalahgunaan itu memunculkan bahaya besar bagi manusia dan binatang karena infeksi bakteri menjadi lebih kebal terhadap obat.
Lubroth menyampaikan peringatan tersebut di sela-sela pertemuan internasional di Bangkok, pada Rabu (31/1) yang membahas kekebalan antimikrobial (AMR). Kepada Reuters, Lubroth mengatakan bahwa ancaman AMR semakin besar di sejumlah tempat, seperti, kota besar Asia, karena pertumbuhan tinggi penduduk dan intensifnya produksi makanan dan produk pertanian.
"Kami menilai Asia Tenggara sebagai pusat (penyalah-gunaan antibiotik) karena cepatnya tingkat pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang sangat dinamis, dan produksi makanan yang tinggi," kata Lubroth.
Laporan yang disiarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin (29/1) menunjukkan terjadi kekebalan antibiotik pada 500 ribu orang, yang diduga terinfeksi bakteri di 22 negara.
"Sejumlah infeksi bakteri yang paling umum, dan mungkin paling berbahaya di dunia, kini sudah terbukti kebal terhadap obat-obatan," kata Marc Sprenger, direktur Sekretariat Kekebalan Antimikrobial WHO, dalam pernyataan tertulis.
Pada 2016 lalu ekonom Jim O'Neill, yang ditugaskan oleh pemerintah Inggris untuk menulis laporan tentang AMR, memperkirakan kerugian sekitar 100 triliun dolar AS pada 2050 jika negara-negara di dunia tidak segera mengatasi penyalah-gunaan antibiotik. Kerugian tahunan akibat AMR itu akan menyebabkan 10 juta kematian dalam jangka waktu 35 tahun, kata O'Neill.
"Sekitar 90 persen dari angka kematian itu akan terjadi di negara berkembang," kata Lubroth.
Dia mengatakan bahwa FAO kini tengah memberikan pelatihan kepada para petani terkait bahaya penggunaan anti-biotik untuk mempercepat pertumbuhan hewan seperti ayam potong. FAO juga tengah meminta pemerintah untuk lebih tegas dalam menerapkan aturan produksi makanan sehat.
"Itu bukan hanya soal ada atau tidak aturan, tapi aturan itu harus ditegakkan," kata dia.