REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dikhawatirkan tumpang tindih dengan pembahasan RUU KUHP yang saat ini tengah digodok oleh Komisi III DPR. Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Demokrat, Siti Mufattahah menilai untuk menghindari hal tersebut maka perlu dibentuk Panitia Khusus (Pansus).
"Kemarin saya sempat sampaikan kalau bisa ini dibuat Pansus. Karena kalau kita ingin fokus mau mempidanakan berkaitan dengan hukumnya kita perbesar atau perdalam, maka perlu kita libatkan Komisi III," ujar Mufattahah pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan ormas lintas agama di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/1).
Menurutnya dengan melibatkan komisi III, maka pihak-pihak yang berwajib untuk menangani persoalan tersebut bisa bertanggung jawab sepenuhnya jika terjadi suatu pelanggaran, sehingga ke depannya tidak saling tuding. Senada dengan Mufattahah, anggota Komisi VIII lainnya dari Fraksi PDI Perjuangan, Diah Pitaloka juga menyetujui usulan tersebut.
"Mungkin bisa lebih baik ketika masuk ke dalam pansus, jadi saya setuju juga, karena kebetulan KUHP-nya lagi dalam pembahasan, jadi kita bisa bahas bareng beberapa poin-poin yang ada juga di undang-undang ini," kata Diah.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang mengatakan usulan tersebut baru kali ini disampaikan oleh para anggota dengan alasan agar ada pembahasan lebih komprehensif. Anggota Fraksi PKB tersebut mengungkapkankomisi VIII tidak ingin didesak oleh pihak-pihak lain dengan adanya kebutuhan UU.
"Kalau Undang-undang sudah jadi, jangan membuka kepada pihak-pihak lain untuk bermain-main dengan Undang-undang. Mestinya UU ini merangkum dan mengunci, ini merangkum juga tidak bisa mengunci juga tidak bisa, itu berbahaya," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII, Ali Taher juga menanggapi adanya usulan tersebut. Ia mengaku belum ada rencana serius terkait usulan pembentukan pansus dalam pembahasan RUU PKS tersebut.
Terkait adanya kekhawatiran tumpang tindih dengan undang-undang lain, Ali berharap RUU PKStersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang diatasnya, seperti Undang-undang KUHP, Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-undang Perkawinan.
"Kan sebagian sudah diatur dalam undang-undang itu," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.