REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, tata cara penggantian nama jalan tidak sederhana dan memiliki banyak konsekuensi. Anies menilai setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam mengubah nama jalan, dari urusan sejarah, budaya hingga administratifnya.
"Sehingga tidak menghilangkan faktor-faktor kesejarahan, faktor-faktor kebudayaan dan juga faktor-faktor administratif Jakarta," kata dia di Balai Kota, Rabu (31/1).
Anies mengatakan, dalam keputusan gubernur Nomor 28 Tahun 2009 terkait pedoman penetapan nama jalan, tidak diatur pelibatan pihak-pihak yang dinilai dibutuhkan dalam penentuan nama jalan itu. Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan ini menginginkan dari sejarawan hingga budayawan harus terlibat.
Dia menyebut akan melakukan perubahan terhadap kepgub yang diteken 9 tahun lalu itu. "Kenapa, karena dalam kepgub itu tidak melibatkan unsur masyarakat, unsur sejarawan, unsur budayawan, unsur ahli tata kota jadi lebih tim internal. Karena itu kita akan mengkaji (untuk mengubah)," ujar dia.
Menurutnya, penggantian nama jalan butuh proses panjang dan tidak bisa dilakukan secara gegabah. Dia menegaskan, pengubahan terusan Jalan Rasuna Said hingga perbatasan Jalan TB Simatupang menjadi Jalan Abdul Haris Nasution baru sebatas wacana.
"Kita tidak akan sekonyong-konyong mengganti nama dengan gegabah di dalam mengganti nama akan sangat hati-hati," katanya.
Secara pribadi Anies menilai, nama Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution perlu diabadikan menjadi sebuah jalan. Namun, kata dia, soal eksekusi di mana akan diterapkan harus mempertimbangkan berbagai faktor. Anies mengaku tak ingin menghilangkan aspek kesejarahan dan kebudayaan dalam setiap nama jalan di Ibu Kota.