Kamis 01 Feb 2018 09:29 WIB

Kejanggalan-Kejanggalan Potongan Video Kapolri

Setidaknya ada tiga kejanggalan atas video potongan pidato Kapolri Tito Karnavian.

Rep: Oleh: Arif Satrio Nugoroho, Amri Amrullah/ Red: Elba Damhuri
Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian usai memberikan pembekalan kepada Anggota Polri saat  rapat pimpinan Polri di Auditorium PTIK,  Jakarta, Rabu (24/1).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian usai memberikan pembekalan kepada Anggota Polri saat rapat pimpinan Polri di Auditorium PTIK, Jakarta, Rabu (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID  Dinamika politik di Indonesia memang sungguh seksi. Belum beres kontroversi penjabat atau pelaksana harian (plh) gubernur Jabar dan Sumut usai, muncul lagi isu panas lainnya. Tidak tanggung-tanggung, kali ini langsung menohok Kapolri M Tito Karnavian.

Tiba-tiba muncul potongan video pidato Kapolri saat memberikan sambutan di Pondok Pesantren Tanara, Serang, Banten, pimpinan KH Ma'ruf Amien, pada Februari 2017 lalu. Isi potongan video itu yang bikin gerah sejumlah ormas Islam. Tito menyatakan hanya akan merangkul ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah di semua lini sementara organisasi lain merontokkan negara.

Semua Kapolda saya wajibkan untuk membangun hubungan dengan NU dan Muhammadiyah tingkat provinsi. Semua Polres wajib membuat kegiatan-kegiatan untuk memperkuat para pengurus cabang di tingkat kabupaten dan kota. Para Kapolsek wajib untuk di tingkat kecamatan bersinergi dengan NU dan Muhammadiyah, jangan dengan yang lain. Dengan yang lain itu nomor sekian, mereka bukan pendiri negara, mau merontokkan negara malah iya. Begitu potongan pidato Tito.

Beberapa ormas Islam pun meradang. Pimpinan MUI malah membuat surat terbuka kepada Kapolri yang menjelaskan bahwa sejarah kemerdekaan Indonesia tidak cuma milik NU dan Muhammadiyah. Banyak ormas Islam yang lahir lebih dahulu dan setelahnya ikut bahu-membahu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka juga telah ikut membangun pondasi dasar ekonomi negara ini,

Terlepas dari kontroversi yang muncul setelahnya dan berakhir dengan tabayun tokoh-tokoh Islam dengan Kapolri, ada beberapa kejanggalan dari potongan video yang muncul. Pertama, seperti disampaikan Kapolri, mengapa video itu baru muncul sekarang? Padahal, video itu dibuat setahun yang lalu.

Tito pun mengaku heran dengan kemunculan video itu. "Acaranya setahun lalu, pertanyaannya, kok bisa muncul sekarang dan dipotong," kata dia di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (31/1).

Saat video itu tersebar viral, Tito tak sedang berada di Jakarta tapi di luar kota. Ketika itulah ia melihat video tersebut dan berusaha mengingat-ingat kapan ia berpidato seperti dalam rekaman video. Dia pun menanyakan itu kepada stafnya. Karena seingatnya, ia tak pernah menyampaikan pidato seperti itu baru-baru ini.

Siapa dan apa motif penyebaran potongan video ini sampai sekarang masih belum jelas. Apakah ini tindakan disengaja untuk mencoreng dan mengadu domba Polri dengan ormas Islam juga belum ada penjelasan. Polri sendiri belum masuk menelusuri kasus ini.

Apakah ini terkait dengan 'perang bintang' di internal Polri pun belum ada jawaban. Sumber-sumber di Polri menyebutkan sebetulnya 'perang bintang' ini sudah lama terjadi, namun apakah segala peristiwa yang belakangan menyeret institusi Polri terkait itu, masih gelap.

Kedua, video itu sudah terpotong sangat panjang. Tito menjelaskan durasi pidato dirinya saat menyampaikan sambutan itu selama 26 menit. Namun, potongan video yang dibuat diubah menjadi dua menitan saja. Menurut Tito, dalam 26 menit itu ada bahasa-bahasa yang kalau dicerna (dalam durasi) dua menit, mungkin membuat beberapa pihak kurang nyaman.

Polri menduga ada pihak-pihak yang dengan sengaja memotong video tersebut dengan maksud tertentu. Namun, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri Brigjen Mohammad Iqbal, Polri belum bisa memastikan pihak-pihak mana yang melakukan hal tersebut. "Dugaan sementara seperti itu," kata Iqbal kepada wartawan di kediaman Kapolri, Rabu (31/1).

Video ucapan Kapolri itu telah mengalami penyuntingan. "Sangat banyak yang dipotong dan didempetkan. Kontennya yang dipotong," ujarnya.

Konteks pidatonya saat itu pas sedang hangat-hangatnya situasi Pilkada DKI. Kapolri memotivasi dan menyampaikan untuk lebih memperkuat tali silaturahim ke semua organisasi Islam, kecuali kelompok yang ingin merongrong NKRI.

Ketiga, potongan video ini muncul menjelang pilkada serentak 2018 dan diwacanakannya dua pati Polri menjadi penjabat gubernur di Sumut dan Jabar. Sejumlah kalangan menilai ada upaya mengganggu konsentrasi Polri menjaga pilkada damai dengan membenturkan Polri dengan ormas Islam.

Rencana masuknya dua pati Polri juga ikut menghangatkan dinamika politik nasional. Apalagi, mereka akan ditempatkan --jika jadi-- di dua provinsi yang selama dua periode kepemimpinannya dikuasai partai non-penguasa saat ini. Di Jabar malah pada pilpres lalu suara Jokowi-JK jauh di bawah Prabowo-Hatta.

Tetap klarifikasi

Kemarin, Kapolri Jenderal Tito memberikan klarifikasi terkait pidatonya itu. Klarifikasi ini disampaikan di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (31/1), di hadapan 14 perwakilan Ormas Islam di luar NU dan Muhammadiyah.

Tito mengatakan tidak ada maksud dari dirinya apalagi institusi Polri untuk tidak membangun hubungan dengan ormas Islam di luar NU dan Muhammadiyah. Bagi Tito, Polri tentu sangat berkepentingan untuk membangun hubungan baik dengan Ormas manapun sepanjang ormas itu satu visi yakni demi keutuhan NKRI dan Pancasila.

Terlebih 2018 ini adalah tahun politik sehingga Polri dan Ormas-Ormas Islam perlu bahu-membahu menjaga situasi agar tidak terjadi konflik. Ia menyayangkan upaya pemotongan dan penyuntikan video yang akhirnya membuat situasi menjadi bergemuruh.

Sebelumnya, Karo Penmas Mabes Iqbal menegaskan Kapolri sama sekali tidak ada niatan sama sekali menafikan dan menyudutkan kelompok-kelompok Islam. Dan itu sudah disampaikan ke ormas-ormas Islam. Polisi berharap jangan sampai hal seperti ini merusak hubungan antar elemen bangsa yang sudah baik. Apalagi menyongsong Pilkada serentak tahun ini.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam Indonesia Hamdan Zoelva. Hamdan melakukan tabayun dengan Kapolri karena memang ingin mendengar langsung klarifikasi dari Kapolri.

Setelah dijelaskan, Hamdan mengungkapkan video yang beredar itu tidak utuh. Video yang beredar juga tidak mewakili inti pidato yang disampaikan. Pidato asli tersebut berlangsung selama 26 menit dan Kapolri tidak bermaksud melabeli ormas selain NU dan Muhammadiyah merontokkan bangsa.

Konteks radikalisme

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengaku telah melakukan kroscek ke Kapolri soal video tersebut di rumah dinas Kapolri, Rabu (31/1) pagi. Konteks pidato itu, kata KH Ma'ruf, dalam rangka menghadapi radikalisme, isu-isu khilafah dan juga peran nasional yang pada waktu itu agak kenceng, tahun lalu itu.

Kapolri merasa NU dan Muhammadiyahlah yang hingga saat ini konsisten terus dalam membela Pancasila dan negara --tanpa bermaksud menampikkan ormas-ormas yang lain. Terkait dimaksud ada kelompok yang ingin meruntuhkan negara, itu adalah kelompok-kelompok ormas yang radikal.

"Bukan dalam konteks NU dan Muhammadiyah saja, tapi dalam konteks di mana Polri menghadapi tekanan dari kelompok-kelompok radikal, intoleran. Kira-kira begitu," kata Kh Ma'ruf.

Video itu, kata dia, disampaikan di pesantren miliknya di Banten dalam rangka pertemuan ulama dan MoU dengan NU. Isunya adalah peran ulama dalam mengawal keutuhan dan persatuan bangsa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement