REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat energi dari Universitas Indonesia, Iwa Gurniwa menilai apabila pemerintah tidak ikut campur dalam menangani harga batu bara untuk alokasi domestik atau domestic market obligation (DMO) maka pemerintah harus siap menerima konsekuensi membengkaknya subsidi listrik. Iwa menilai, pemerintah perlu mengatur terkait DMO dan harga batu bara domestik.
Menurutnya, harga batu bara di pasar internasional yang sudah menginjak 100 dolar AS per ton akan membebani PT PLN (Persero). Terlebih lagi, kata dia, saat ini 57 persen pembangkit PLN menggunakan batu bara, dan beban harga pokok merupakan komponen terbesar PLN dalam operasional, yaitu sebesar 60 persen.
"Tarif listrik sangat dipengaruhi dengan pergerakan harga batu bara ini. Maka pemerintah harus turut memikirkan soal ini. Jika tidak, maka masyarakat yang akan menerima akibatnya," ujar Iwa, Kamis (1/2).
Iwa menilai, apabila pemerintah tidak memutuskan harga acuan untuk alokasi domestik maka pemerintah harus siap merogoh kocek APBN untuk bisa menutup subsidi agar harga listrik tidak naik. Menurutnya, saat ini ditengah harga batu bara yang masih mahal dan belum ada keputusan pemerintah, PLN perlu menyiapkan Rp 14 triliun untuk menutup margin tersebut.
"Secara matematis memang seharusnya harga batubara acuan (HBA) dalam formula tarif listrik tapi dampaknya akan besar thd konsumen listrik dan dampak lanjutannya adalah inflasi, kalau inflasi tdk diikuti ekonomi yg baik, yg akan jadi korban masyarakat," ujar Iwa.