REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menegaskan, video pidato Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang viral telah disunting dan dipotong. Kendati demikian, Polri belum berniat melakukan pencarian terhadap pelaku pemotongan maupun penyebar video yang dianggap menimbulkan polemik di antara ormas islam itu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal mengatakan, Polri masih silaturahim untuk meyakinkan semua pihak bahwa pidato tersebut sama sekali tidak berniat memojokkan kelompok lain selain NU dan Muhammadiyah. "Perkara siapa yang memotong dan meng-upload, Polri belum sampai di situ. Kita lebih maksimalkan Polri milik masyarakat dan semua komponen masyarakat kekuatan Polri menciptakan kamtibmas," kata Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (1/2).
Iqbal mengatakan, Polri tidak ingin membuat situasi semakin panas. Apalagi, lanjut dia, tahun politik 2018 sudah datang dan Polri harus berfokus melakukan pengamanan. "Untuk itu diperlukan pendinginan dan ini ditunjukkan dalam konteks video ini akan silaturahmi ke semua pihak terutama ormas Islam, tokoh agama, ulama," kata dia.
Iqbal pun mengatakan, Kapolri sudah berkomunikasi dengan sejumlah pihak, dan bersepakat untuk menjaga ketertiban bersama. "Pak kapolri menyampaikan mari gandeng smua pihak karen polri tidak bisa sendiri mengamankan negeri ini," ujar dia.
Video: Kapolri: Ada Pemotongan dalam Video Pidato Saya.
Sebelumnya sebuah video ucapan Kapolri menuai polemik setelah menyatakan bahwa akan merangkul ormas Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di semua lini. Ucapan Tito yang menyebut organisasi lain merontokkan negara pun menuai protes dari sejumlah pihak.
Adapun penggalan ucapan Tito yang dipermasalahkan dalam video yang beredar di media sosial adalah:
Semua Kapolda saya wajibkan untuk membangun hubungan dengan NU dan Muhammadiyah tingkat provinsi. Semua Polres wajib membuat kegiatan-kegiatan untuk memperkuat para pengurus cabang di tingkat kabupaten dan kota. Para Kapolsek wajib untuk di tingkat kecamatan bersinergi dengan NU dan Muhammadiyah, jangan dengan yang lain. Dengan yang lain itu nomor sekian, mereka bukan pendiri negara, mau merontokkan negara malah iya.