REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel menegaskan, status Yerusalem hanya bisa ditentukan oleh kedua negara yang bertikai. Hal tersebut disampaikan Gabriel saat bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
"Status Yerusalem harus dinegosiasikan kedua negara dan tidak tidak bisa ditentukan oleh pihak eksternal manapun," kata Sigmar Gabriel seperti dikutip kantor berita Palestina, Wafa pada Kamis (1/2).
Gabriel mengkritik keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang secara sepihak menetapkan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Dia mendukung hak warga Palestina untuk hidup dengan damai dan stabil dalam sebuah negara yang aman.
Baca juga, Mengapa Trump Akui Yerusalem Ibu kota Israel?
Gabriel mengaku mengapresiasi langkah otoritas Israel yang mendukung solusi kedua negara. Meskipun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengaku tetap akan mengetatkan pertahanan di perbatasan barat sungai Yordania.
Juru Bicara Presiden Palestina Nabil Abu Rudeineh menegaskan, warga negaranya tidak akan pernah menerima kehadiran militer Israel di tanah kelahiran mereka. Dia mengatakan, keberadaan tentara tersebut mengganggu kedaulatan negara.
"Jika tidak ada kedaulatan penuh bagi Palestina maka tidak akan ada keamanan, kedamaian dan stabilitas," kata Nabil Abu Rudeineh.