Kamis 01 Feb 2018 17:26 WIB

'Butuh Kecerdasan Pengguna Medsos dalam Mencerna Informasi'

masyarakat juga harus mempunyai kesadaran transendental.

Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Dr Waryono Abdul Ghafur
Foto: dokpri
Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Dr Waryono Abdul Ghafur

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majunya teknologi di era sekarang ini membuat media sosial yang ada di dunia maya menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia. Bahkan dalam menghadapi tahun politik 2018 ini sebagian besar masyarakat masih sering memakai media sosial yang ada di dunia maya untuk digunakan sebagai alat untuk berkampanye dalam upaya untuk memenangkan calon pemimpin idamannya.

Namun demikian masyarakat diimbau untuk tidak memanfaatkan media sosial dengan membawa isu SARA yang tentunya dapat menimbulkan perecahan di masyarakat. 

“Agar media sosial itu dapat digunakan secara arief, tentunya dibutuhkan kecerdasan dari masyarakat pengguna  media sosial itu sendiri. Lalu ketika ada informasi maka kita tidak serta merta menerima pesan informasi tersebut sebelum mengetahui secara jelas asal-usulnya,” ujar Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Dr Waryono Abdul Ghafur, dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (1/2).

Selain itu menurutnya, masyarakat juga harus mempunyai kesadaran transendental  yaitu sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang melampaui pemahaman terhadap pengalaman biasa dan penjelasan ilmiah ketika mau membuat berita. Apalagi berita itu kalau mau disampaikan ke orang lain

“Kesadaran transendental ini saya pikir sebagai benteng kita agar kita tidak mudah membuat berita berita hoaks, apalagi yang bertujuan untuk memecah belah. Ini akan gawat sekali bangsa kita nantinya kalau masyarakatnya terpecah belah,” ujar peraih pascasarjana Konsentrasi Hubungan Antar Agama, Filsafat Islam dari UIN Sunan Kalijaga ini.

Dikatakannya, saat dirinya sering menyampaikan dalam khutbah ataupun dalam pengajian bahwa pergatian kepemimpinan itu adalah sesuatu yang biasa. Dan karena itu tidak perlu kemudian dianggap terlalu serius dan membuat masyarakat kita menjadi terpecah-belah atau terpisah.

“Saya sampaikan bahwa karena ini adalah acara kegiatan politik yang rutin maka kita tidak boleh memperpanjang persoalan terutama yang terkait dengan hal-hal membuat masyarakat kita ini terpecah. Jadi perbedaan pilihan itu karena kita punya alasan tersendiri dan punya rasionalisasinya,” ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement