REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, masalah inflasi dari gejolak harga bahan pangan kembali muncul. Padahal, kata Faisal, inflasi dari komponen tersebut relatif rendah dan bahkan sempat terjadi deflasi pada 2017.
Ia mengaku, persoalan itu muncul kembali ditandai dengan inflasi sebesar 0,62 persen pada Januari 2018 yang dikerek oleh kenaikan harga beras. "Keberhasilan pemerintah itu tidak //sustainable//. Permasalahan yang mempengaruhi harga bahan pangan baik dari sisi suplai produksi, distribusi, stok, serta permasalahan data itu masih menjadi kendala besar. Terutama masalah data," ujar Faisal ketika dihubungi Republika, Kamis (1/2).
Faisal mengaku, selama akar permasalahan dari gejolak harga bahan pangan belum dibenahi pemerintah maka tingkat inflasi rendah tidak bisa bertahan lama. Ia mengatakan, inflasi dari komponen bahan pangan berpotensi mengganggu tingkat inflasi Indonesia sepanjang 2018. Seperti diketahui, Indonesia menargetkan bisa mencapai tingkat inflasi plus minus 3,5 persen tahun ini.
Dorongan inflasi dari gejolak harga bahan pangan akan menambah potensi dorongan inflasi dari komponen harga-harga yang diatur pemerintah. Ia mengaku, pemerintah saat ini mulai memberikan sinyal untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) karena terjadi kenaikan harga minyak dan batu bara.
"Ini dampaknya ke inflasi bisa jadi berlipat ganda karena ada peran dari volatile foods dan administered price," ujar Faisal.
Ia menilai, permasalahan gejolak harga bahan pangan harus diselesaikan secara komprehensif. Menurutnya, masalah utama yang perlu segera dibereskan adalah data tentang pangan.
Ia menyarankan, pemerintah perlu memberikan upaya lebih untuk memperbaiki kualitas data pangan. "Artinya harus lebih serius membenahi sistem dan berikan anggaran lebih. Ini karena kualitas data sangat terpengaruh anggaran," ujarnya.
Secara politik, menurut Faisal, kemunculan kembali permasalahan pangan akan menganggu citra pemerintahan. "Permasalahan pangan ini sangat sensitif dan dalam sejarah banyak rezim yang jatuh karena masalah pangan," ujar Faisal.
BPS mencatat, inflasi Januari 2018 terjadi akibat kenaikan harga dari sejumlah indeks kelompok pengeluaran. Kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar 2,34 persen,kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,43 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,23 persen, dan kelompok sandang sebesar 0,5 persen.
Selain itu, kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 0,28 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,16 persen. Sementara, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 0,28 persen.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada Januari 2018 antara lain beras, daging ayam ras, ikan segar, cabai rawit, cabai merah, dan rokok kretek filter.Sedangkan, komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain tarif angkutan udara, telur ayam ras, bawang merah, dan tarif kereta api.