REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik mengenai penetapan biaya interkoneksi yang baru, semakin terang benderang. Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Bidang Kebijakan Publik, Taufik Hasan DEA, memastikan menteri komunikasi dan informasi telah menerima surat rekomendasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait penetapan biaya interkoneksi yang baru. Taufik mengatakan, BRTI sudah diajak diskusi oleh Kemenkominfo untuk membahas hasil dari tim verifikasi BPKP mengenai skema dan perhitungan biaya interkoneksi.
Dijelaskan Taufik, ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan BPKP untuk menyelesaikan sengkarutnya penetapan biaya interkoneksi yang baru. Dalam surat resmi yang dilayangkan ke Kemenkominfo, BPKP menuliskan rekomendasi mengenai skema penetapan biaya dan perhitungan biaya interkoneksi.
Dalam skema penetapan biaya interkoneksi BPKP merekomendasikan agar pemerintah dapat menetapkan biaya interkoneksi berdasarkan biaya masing-masing operator (asimetris). Diakui Taufik, formula yang saat ini diberlakukan Kemenkominfo dalam menetapkan biaya interkoneksi adalah simetris atau biaya yang sama antar operator.
Selain rekomendasi untuk menerapkan biaya interkoneksi berdasarkan biaya masing-masing operator, dalam surat rekomendasi BPKP tersebut juga memuat perhitungan biaya interkoneksi yang seharusnya dikeluarkan masing-masing operator. Sehingga saat ini acuan biaya interkoneksi yang harus dibayarkan masing-masing operator sudah dikeluarkan BPKP.
“Memang yang disarankan oleh BPKP dalam penetapan biaya interkoneksi adalah asimetri. Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPKP bukan keharusan untuk dijalankan. Asimetri atau simetri adalah kebijakkan dari Menkominfo. Bukan dari BPKP,” kata Taufik dalam keterangan tertulisnya.
Ketika ditanya mengenai kapan hasil akhir penetapan biaya interkoneksi akan dikeluarkan Kemenkominfo, Taufik mengaku belum bisa mengatakannya. Menurut dia, setiap kebijakan harus ada objektifnya.
Objektifnya yaitu kepada industri dan masyarakat konsumen telekomunikasi nasional. Industri harus dapat tumbuh dan konsumen juga harus memiliki keuntungan.
“Dengan kondisi yang sekarang saja industri masih jalan. Operator masih bisa mengadopsi aturan biaya intekoneksi yang lama sebelum adanya aturan yang baru. Kami masih mempelajari rekomendasi dari BPKP tersebut dan dampak kepada industri serta masyarakat,” tutur Taufik.
Melihat Menkominfo yang terus mengulur-ulur penetapan biaya interkoneksi yang baru, Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman) ikut angkat bicara. Menurut Alamsyah sudah seharusnya Kemenkominfo membuat aturan baru mengenai penetapan biaya interkoneksi. Sebab dalam aturan yang berlaku, biaya interkoneksi harus ditinjau ulang secara berkala.
Sebab aturan penetapan biaya interkoneksi terakhir dikeluarkan pada 2006 melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi. Dari aturan tersebut pemerintah menetapkan biaya interkoneksi mengacu dari Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) operator dominan.
Alamsyah berpendapat jika Kemenkominfo memiliki formula perhitungan biaya interkoneksi yang baku, seharusnya penyesuaian biaya interkoneksi dapat dilakukan secara periodik. Tujuannya agar masyarakat telekomunikasi bisa mendapatkan manfaat dari pengkinian biaya interkoneksi secara periodik tersebut.