REPUBLIKA.CO.ID,ANKARA -- Turki pada hari Kamis (1/2) menolak ucapan peringatan dari Prancis mengenai operasi militernya di Suriah utara sebagai 'penghinaan'. Hal ini menandakan ketegangan yang terus berlanjut antara Ankara dan sekutunya di NATO atas serangan tersebut.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Rabu (31/1) memperingatkan Turki bahwa operasi di wilayah Afrin utara seharusnya tidak menjadi alasan untuk menyerang Suriah dan bahwa dia ingin Ankara mengkoordinasikan tindakannya dengan sekutu-sekutunya, dilansir di Reuters, Kamis (1/2).
Turki meluncurkan serangan udara dan darat, yang dijuluki "Operation Olive Branch", hampir dua minggu yang lalu untuk menargetkan milisi YPG Kurdi Suriah di Afrin. Namun serangan tersebut telah menekan hubungan dengan Barat, terutama Amerika Serikat, yang telah mendukung Kurdi dan memiliki pasukan sendiri di lapangan yang mendukung mereka di wilayah lain di Suriah.
"Kami menganggap sebuah negara seperti Prancis memberi kami pengingat tentang operasi yang kami lakukan sesuai dengan undang-undang internasional sebagai penghinaan," ujar Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu kepada wartawan di Ankara.
"Kami menggunakan hak kami untuk membela diri, ini sesuai dengan keputusan Dewan Keamanan PBB dan bukan sebuah invasi. Mereka seharusnya tidak munafik, "katanya.
Prancis, seperti AS, telah memperluas senjata dan pelatihan ke milisi yang dipimpin YPG dalam perang melawan ISIS di Suriah. Hal itu membuat Turki marah, yang menganggap teroris YPG adalah perpanjangan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang.
PKK, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa, telah melancarkan pemberontakan tiga dekade di daerah tenggara Turki yang sebagian besar Kurdi. Cavusoglu mengatakan bahwa perundingan damai Suriah di Jenewa perlu dihidupkan kembali.
Cavusoglu menambahkan bahwa pemerintah Suriah perlu memulai perundingan untuk melakukannya, setelah sebuah konferensi yang disponsori oleh Rusia untuk mencapai perdamaian di Suriah diadakan minggu ini di kota resor Laut Hitam Sochi.
Perundingan tersebut, yang oleh Rusia disebut Kongres Suriah mengenai Dialog Nasional, berakhir pada hari Selasa dengan sebuah pernyataan yang menyerukan pemilihan demokratis. Namun mengabaikan tuntutan oposisi utama setelah satu hari dirusak oleh pertengkaran dan penyesalan menteri luar negeri Rusia.