REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri perawatan pesawat dalam negeri tumbuh sembilan persen pada periode lima tahun terakhir. Dengan pertumbuhan sebesar ini, menurut Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan, industri perawatan pesawat masih menjadi bisnis yang menjanjikan.
"Dengan pertumbuhan yang cukup tinggi bisnisnya masih menjanjikan. Oleh karena itu harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya," kata Putu melalui keterangannya di Jakarta, Jumat (2/2).
Putu meyampaikan beberapa bandara yang berpotensi dikembangkan industri ini adalah Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar dan Bandara Internasional Frans Kaisiepo Biak (Papua). Keberadaan industri MRO di dua bandara ini cukup penting untuk mengefisienkan biaya perawatan.
"Bukan hanya pesawat, MRO ini dapat digunakan untuk perawatan helikopter yang menjadi salah satu transportasi udara utama kawasan Indonesia Timur," ujarnya.
Dia menambahkan langkah yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan memfasilitasi serta menginformasikan kepada para investor mengenai potensi bisnis itu di Indonesia. "Ada beberapa industri MRO yang telah terintegrasi dengan bandara, seperti di Bintan dan Kertajati," lanjut Putu.
Sementara itu, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto menyampaikan potensi bisnis industri MRO di Indonesia pada 2025 akan mencapai 2,2 miliar dolar AS, naik signifikan dibanding tahun 2016 sebesar 970 juta dolar AS. Hal itu seiring upaya pemerintah yang memacu pengembangan industri jasa penerbangan dalam negeri sejak tahun 2000 sehingga kinerjanya tumbuh dalam satu dekade terakhir.
"Industri MRO kita semakin kompetitif. Saat ini sudah mampu menyediakan berbagai jasa perawatan pesawat, antara lain airframe, instrument, engine, radio, emergency equipment dan line maintenance," paparnya.
Ilustrasi penerbangan
Harjanto menyebutkan pada 2016, maskapai dunia mengeluarkan dana sebesar 72,81 miliar dolar AS untuk melakukan perawatan pesawat. Dari nilai tersebut, Amerika Utara menjadi penyumbang terbesar yang mencapai 21,2 miliar dolar AS, diikuti Eropa sekitar 20,7 miliar dolar AS dan Asia Pasifik 13,3 miliar dolar AS.
Di tahun 2025, pasar perawatan pesawat di dunia diperkirakan terus meningkat dengan pertumbuhan 3,9 persen sehingga menjadi 106,54 miliar dolar AS. Asia Pasifik akan mengalami pertumbuhan terbesar, yakni 5,8 persen dibanding Amerika Utara 0,9 persen dan Eropa 2,35 persen," paparnya.
Sementara itu, menurut Harjanto, perusahaan MRO di Eropa dan Amerika Utara mulai fokus menggarap industri berteknologi tinggi dan padat modal. Sedangkan untuk jasa perawatan pesawat yang tergolong padat karya, bakal diserahkan kepada pihak lain.
"Kondisi ini akan memberikan peluang bagi industri MRO di Asia Pasifik termasuk di Indonesia," ungkapnya.
Peluang bisnis tersebut, perlu ditangkap oleh industri MRO nasional yang saat ini jumlahnya mencapai 32 perusahaan, yang tergabung dalam Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA).
Untuk itu, Kemenperin bersama seluruh pemangku kepentingan terkait terus berkolaborasi guna lebih meningkatkan daya saing industri MRO nasional.
Adapun langkah strategis yang perlu dilakukan dalam menunjang hal tersebut, di antaranya adalah pengembangan sumber daya manusia industri, pembangunan kawasan industri terpadu, pemenuhan standar kualitas, dan penguatan industri komponen pesawat.
"Kami akan melakukan pembicaraan yang lebih intens bersama produsen pesawat, terutama Airbus dan Boeing agar dapat mendirikan Aircraft Engineering Center di Indonesia," ujar Harjanto.