REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Irma Suryani Chaniago meminta perusahaan yang memproduksi Viostin DS dan Enzyplex tablet yang positif mengandung DNA Babi diberi sanksi berat. Sebelumnya surat dari Balai Besar POM di Mataram kepada Balai POM di Palangka Raya tentang hasil pengujian sampel suplemen menjadi viral di dunia maya.
"Selain perusahaan menarik semua produk itu, saya juga meminta kepada BPOM untuk memberi sanksi perusahaan tersebut. Jangan cuma penarikan produk saja, karena mereka sudah melanggar peraturan dan melakukan penipuan yang merugikan masyarakat," tegas Politikus Partai Nasdem itu di Jakarta, Jumat (2/1).
Irma beralasan, perusahaan tersebut ingin mendapatkan keuntungan banyak dari memproduksi obat dengan bahan-bahan murah yang berasal dari Cina. Maka dengan demikian, perusahaan tersebut tidak memperhatikan mengandung DNA babi atau tidak. Sambung Irma, hal itu sudah sangat jelas mengabaikan peraturan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan BPOM.
"Saya kira mereka melakukan melakukan penipuan publik. Mereka ingin mengeruk keuntungan yang besar dengan mengabaikan persyaratan yang sudah ditentukan oleh BPOM dan MUI," keluhnya.
Sebelumnya, pada laman resminya BPOM menyampaikan sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS produksi PT. Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H, dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101.
"Berdasarkan hasil pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran (post-market vigilance) melalui pengambilan contoh dan pengujian terhadap parameter DNA babi, ditemukan bahwa produk di atas terbukti positif mengandung DNA babi," tulis BPOM, yang ditayangkan di laman resminya.
Produsen Viostin DS PT Pharos Indonesia (PI) tak menyangkal temuan BPOM yang menyebutkan produknya mengandung DNA Babi. Berdasarkan hasil penelusuran internal, PT Pharos menemukan salah satu bahan baku pembuatan Viostin DS yakni Chondroitin Sulfat, yang didatangkan dari pemasok luar negeri dan digunakan untuk produksi bets tertentu, belakangan diketahui mengandung kontaminan.
Karena itu, ketika ada temuan indikasi kontaminasi oleh Badan POM pada akhir November 2017 lalu, PT Phors Indonesia melakukan upaya penanganan sesuai dengan arahan Badan POM. Penanganan itu dimulai dari penarikan bets produk yang diduga terkontaminasi, menghentikan produksi. dan penjualan produk Viostin DS.