Jumat 02 Feb 2018 22:35 WIB

BPOM Harus Pantau Penarikan Viostin DS dan Enzyplex

BPOM dipandang kecolongan karena kewenangannya yang terbatas.

Rep: Ali Mansur/ Red: Indira Rezkisari
Enzyplex tablet yang mengandung DNA babi memilki nomor izin distribusi NIE DBL7214704016A1, dengan nomor bets 16185101. (ilustrasi)
Foto: Republika/Reiny Dwinanda
Enzyplex tablet yang mengandung DNA babi memilki nomor izin distribusi NIE DBL7214704016A1, dengan nomor bets 16185101. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Saleh Partaonan Daulay, menegaskan pihaknya mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memantau proses penarikan Viostin DS dan Enzyplex di daerah-daerah. Tidak hanya BPOM Komisi IX DPR RI meminta kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk ikut memantau penarikan kedua suplemen tersebut. Sebab peredaran kedua suplemen itu telah menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Karena itu, kedua produk itu harus dipastikan telah ditarik dari peredaran.Masyarakat juga perlu ikut memantau penarikan kedua produk tersebut. Jika ada yang menemukan peredarannya di apotek-apotek, perlu segera dilaporkan ke pihak terkait," tegas politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Jumat (2/2).

Saleh menambahkan, dalam melakukan pengawasan, perlu diakui bahwa BPOM memiliki kewenangan yang sangat terbatas. Sampai saat ini, misalnya, payung hukum yang menjadi landasan operasionalnya masih berbentuk perpres.

Tidak heran jika banyak kewenangan yang mesti dimiliki oleh BPOM justru tidak dimiliki oleh kementerian atau lembaga lain. "Pada titik itulah, Komisi IX melihat nilai urgensitas pembentukan Undang-undang POM," kata Saleh

Lanjut Saleh, sebagai bentuk kesungguhan, Komisi IX DPR RI dan Baleg telah memasukkan RUU POM dalam prolegnas 2018 sebagai inisiatif DPR RI. Oleh karena itu, Saleh berharap RUU ini dapat diselesaikan pada di akhir tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement