Sabtu 03 Feb 2018 06:20 WIB

Tantangan Dakwah di Luar Negeri

Bacaan Alquran, materi dakwah, dan kemampuan bahasa harus dimiliki.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agung Sasongko
Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menjadi imam di luar negeri menjadi tantangan besar bagi para dai nusantara. Bacaan Alquran yang fasih, materi dakwah yang luas, serta kemampuan bahasa yang mempuni harus dimiliki. Ustaz Razy Hasyim merupakan salah seorang dai yang pernah dikirim Dompet Dhuafa (DD) ke Prancis pada 2016 dan 2017.

Saat bertugas di Paris, Indonesia belum mempunyai masjid khusus untuk warganya. Namun, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) menyiapkan ruang serbaguna sebagai mushala.

Ruang itu menjadi tempat shalat Jumat, kajian sore, dan kajian buka bersama setiap Sabtu. Jamaah memenuhi kajian buka ber sama pada Sabtu. Ustaz Razy menilai hari itu merupakan momen penting untuk berdakwah. "Kita jadi imam juga di sana. Ta nya jawab, baru shalat, berbuka," ujar Us taz Razy kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Mengawali hidup sehari-hari di Paris, Ustaz Razy mengakui harus beradaptasi, terutama untuk makanan. Paris tidak se perti di Indonesia, yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Di kota mode itu, Ustaz Razy harus membiasakan diri mengonsumsi selain nasi yang terpenting jelas kehalalannya.

Dia menjelaskan, aktivitas dakwahnya tidak sama seperti para dai di Indonesia yang bisa berlangsung pada satu hari pe nuh. Di sana lebih santai karena warganya banyak yang sibuk bekerja. Ketika masuk waktu Ashar, aktivitasnya mulai padat hingga waktu buka puasa.

Saat itu, Ustaz Razy bisa bertemu dengan mahasiswa In do nesia hingga komunitas lainnya. Jika tidak ada kegiatan buka bersama, Ustaz Razy diajak pejabat KBRI bertemu dengan warga Indonesia sekaligus ceramah. Selain berdakwah dan menjadi imam, Ustaz Razy juga sering kali didatangi ma hasiswa Indonesia di sana untuk berkonsultasi.

Kegiatan tersebut tidak dilakukan di mushala, tetapi di kafe-kafe. Meskipun Islamofobia di Eropa sedang kuat, Ustaz Razy tidak merasakan dampaknya. Sebab, Prancis mempunyai tim ahli keislaman karena 40 persen berasal dari Muslim Af rika Utara yang mirip dengan orang Prancis.

"Mereka sudah sangat mengerti yang bermasalah dari Muslim pemahaman eks tremisnya. Mereka paham. Muslim biasa malah dibuatin masjid khusus," kata Ustaz Razy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement