REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan berdasarkan hasil monitoring dan kajian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pengesahan Revisi Kitab Umum Hukum Pidana (RKUHP) ditunda. Ahmad menilai masih banyak hal hal yang menjadi masalah dan kendala yang musti lebih dulu diperbaiki sebelum mengetuk palu RKUHP ini.
(Baca: Komnas Perempuan Kritik Perluasan Pasal Zina di RKUHP)
Pertama, DPR dan Pemerintah belum melakukan pendalaman dan uji dampak terhadap pemidanaan. Hal ini berkaitan dengan lembaga pemasyarakatan di Indonesia yang masih kelebihan kapasitas dan belum bisa menyelesaikan persoalan pidana.
Pemerintah menurut Ahmad perlu terlebih dahulu membenahi persoalan over-capacity tersebut, RKUHP disinyalir justru akan memperluas aspek pemidanaan, yang berpotensi besar penghukuman. Kondisi tersebut berpotensi menambah persoalan over-capacity.
"Salah satu yang mendasar dalam penyusunan RKUHP adalah aspek pemidanaan. Secara faktual lembaga pemasyarakatan di Indonesia mengalami over-capacity," kata Ahamad, Jumat (2/2).
Kedua, Komnas HAM menilai dalam Revisi KUHP ini masih melibatkan pelanggaran HAM berat dalam klausul. Apabila pelanggaran HAM berat dimasukan dalam Revisi KUHP ini maka akan terbatas masa berlaku kasus.
Mestinya, pelanggaran HAM berat diatur dalam Undang Undang tersendiri agar instrumen penyelesaian kasus bisa lebih komperhensif. "Revisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 jauh lebih strategis daripada memasukkannya ke dalam RKUHP," kata Ahmad.
Ahmad menilai Pemerintah dan DPR sebaiknya melakukan pendalaman secara komperhensif terlebih dahulu terkait hal ini. Sebab, jangan sampai revisi KUHP malah membuat penegakan hukum di Indonesia menjadi tumpul dan berat sebelah.