REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Banyak wajah tegang mengisi ruangan Auditorium KH M Rasjidi, kantor Kemenag, Thamrin, Jakarta, Kamis (25/1). Lima ratus orang itu sedang mengikuti seleksi yang diadakan Kementerian Agama untuk menjadi imam masjid di Uni Emirat Arab.
Salah satu calon imam yang mengikuti seleksi, Akbar Pangestu (22 tahun), merasa yakin dengan kemampuan yang dimilikinya sebagai penghafal Alquran. Jika lolos menjadi imam, ia siap untuk memperkenalkan Islam moderat ke pada umat Islam yang ada di UEA.
"Kalau kita berkesempatan tinggal di negeri orang memang itu bagian dari rencana. Kita tunjukkan Islam keindonesiaan kita," kata hafiz yang belajar di Lembaga Tahfiz Markas Talaqqi Cileung si Bogor ini.
Akbar pun berupaya untuk lolos seleksi. Dia mengaku, honor yang akan didapatkannya akan dikirimkan untuk membiayai sekolah kelima adik kandungnya. Kemenag memang sedang memilih 100 imam masjid untuk dikirim ke UEA. Mereka akan bertugas sebagai imam shalat dengan kesejahteraan yang baik.
Imam asal Indonesia yang bertugas di UAE berjumlah sekitar 60 hingga 80 imam. Mereka ditempatkan di masjid yang dikendalikan oleh pemerintah maupun swasta. Bukan hanya negara Timur, negara lain seperti Australia, Amerika, dan Jepang juga banyak meminta imam asal Indonesia untuk mengisi masjid-masjid di sana. Ketua Koordinator LTM dan LDNU Manan Ghani juga berpendapat de mikian. Menurut dia, komunikasi men jadi jalan terbaik dalam membangun hubungan serta menjadi senjata terampuh dalam menyampaikan dakwah.
Kemahiran dalam berbahasa asing juga dapat mempermudah imam dalam memahami karakter dan watak dari orang yang mereka temui. "Komunikasi yang penting dan me mang menjadi tantangan tersendiri bagi imam. Karena mereka bukan hanya dituntut untuk dapat berbincang dengan bahasa asing, tapi juga menyampaikan objek dakwah dan itu tidak mudah," kata Manan