REPUBLIKA.CO.ID, TANAH BUMBU - Bekerja sebagai Kepala Urusan Pemerintahan tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Ahmad Syarif (24 th), warga Desa Pacakan, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Selain karena hanya lulusan SMA, Syarif juga mengaku tidak mempunyai keterampilan lain selain mendulang emas ilegal dan menyadap karet.
Mendulang emas secara tradisional memang menjadi hal yang sangat menggiurkan bagi warga Desa Pacakan. Bagaimana tidak, hanya mengandalkan peralatan sederhana warga bisa mengantongi uang minimal Rp 200 ribu – 500 ribu per hari. Namun, meski membantu perekonomian warga setempat, pemerintah menganggap kegiatan ini ilegal karena bisa menjadi pemicu kerusakan lingkungan yang tidak sedikit.
Setelah lulus SMA, Syarif juga sama seperti warga Desa Pacakan kebanyakan, menjadi pendulang emas dan penyadap karet. Meski hasilnya menjanjikan, rupanya Syaif tidak tergiur untuk terus menekuninya.
“Saya pikir kerjaan seperti itu walaupun dapat uangnya besar tapi tidak menambah pengalaman, karena kerjanya cuma di dalam hutan. Dan juga dorongan dari orang tua yang meminta agar saya mengubah pola hidup saya,” ujar pemuda lulusan SMAN 1 Kusan Hulu ini dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (3/2).
Pada awal tahun 2014, Syarif memutuskan untuk mendaftar ke Rumah Gemilang Indonesia (RGI) dan menjadi santri jurusan Aplikasi Perkantoran. RGI merupakan pusat pelatihan keterampilan untuk generasi putus sekolah dari keluarga dhuafa yang dijalankan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) Al Azhar sejak tahun 2009.
Selama di RGI, Syarif mengaku mendapatkan ilmu tentang administrasi perkantoran yang belum pernah ia temui sebelumnya. Misalnya, cara surat-menyurat, pembuatan presentasi, penyusunan laporan, agenda kantor, arsip data serta cara membuat website dan menulis kreatif.
Setelah lulus dari RGI, salah satu pegawai kantor desa mengetahui Syarif baru saja belajar tentang aplikasi perkantoran dan langsung memintanya untuk bekerja menjadi tata usaha. Selama bekerja Syarif juga dikenal sebagai sosok yang selalu ingin belajar untuk meningkatkan kemampuannya.
“Dari pertengahan tahun 2014 sampai bulan Maret 2016 saya menjadi tata usaha di desa. Dari beberapa tahun itulah saya berkesempatan belajar mengenai administrasi pemerintahan dari pegawai desa yang lain serta dari kepala seksi pemerintahan di kecamatan,” ujar Syarif.
Berbekal semua pelajaran yang diserap dari teman-temannya di kantor desa, Syarif mulai belajar merancang APBDes serta RKPDes bersama dengan Sarjana Motivator Desa yaitu Suko Harto yang sudah membackup administrasi Desa Pacakan dari tahun 2008 sampai tahun 2016.
Pada tahun 2016 posisi Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan Desa Pacakan pun kosong karena yang sebelumnya menjabat telah mengundurkan diri. Akhirnya Syarif pun diminta oleh kepala desa untuk mengisi posisi itu. Hal itu karena ia dianggap mahir mengoperasikan komputer dan tata kelola pemerintahan serta telah banyak menyalin ilmu dari Suko Harto.
Syarif pun mengaku bersyukur dengan apa yang telah ia terima saat ini, dan tak pernah mengira sebelumnya. Ia juga mengaku berterima kasih kepada RGI tempat ia belajar tentang aplikasi perkantoran.
“Semua itu tidak akan pernah terjadi kalau saya tidak belajar di RGI dan belajar tentang Microsoft Office. Karena di kampung saya masih minim orang yang bisa mengoperasikan komputer. Dan orang yang mepunyai laptop atau komputer pun bisa dihitung dengan jari,” ujarnya.
“Jadi saya sangat berterima kasih kepada RGI atas ilmu yang bermanfaat ini. Akhirnya saya bisa mengabdikan diri kepada desa saya berkat ilmu yang saya dapat dari RGI”, tutur Syarif.
RGI tempat Syarif belajar, adalah pusat pemberdayaan pemuda produktif yang berlokasi di Sawangan, Depok, Jawa Barat. Di kampus RGI peserta diklat dibekali dengan keterampilan dan keahlian oleh para instruktur yang profesional di bidangnya.
Terdapat enam kelas keterampilan yang dibuka, yaitu, Desain Grafis, Teknik Komputer dan Jaringan, Fotografi dan Videografi, Menjahit dan Tata Busana, Aplikasi Perkantoran dan Teknik Otomotif. Selama menjalani proses belajar semua peserta tidak mengeluarkan uang sepeserpun alias gratis hingga lulus. Pembiayaan operasional seluruh kegiatan di RGI adalah bersumber dari dana zakat, infaq, sedekah dan dana sosial lainnya seperti wakaf dan CSR.
Program yang didesain dan dijalankan oleh LAZ Al Azhar ini sudah meluluskan 1.755 santri dan telah menjadi trendsetter atau model solusi pengurangan angka pengangguran khususnya pemuda usia produktif dari keluarga kurang mampu.