REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Bekasi akan menunda kelanjutan pembenahan kawasan permukiman kumuh di Kota Bekasi. Hal ini karena alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi yang sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berakhir pada 2018.
“Untuk tahun ini tidak ada target ya, mungkin kita tunda dulu, kami lanjutkan saja pada tahun 2019,” kata Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Bekasi Dadang Ginanjar, Ahad (4/2).
RPJMD yang berlaku lima tahunan itu akan berganti sesuai dengan visi misi kepala daerah. Sementara Kota Bekasi akan melakukan pemilihan wali kota pada 2018 ini.
Namun, Dadang menegaskan, siapapun yang nanti akan menjadi kepala daerah, Disperkimtan Bekasi akan tetap meneruskan pembenahan kawasan kumuh di Kota Bekasi. Berdasarkan data Disperkimtan, ada sebanyak 443 hektare atau sejumlah 3066 rumah.
Sebab, sejak 2016, Disperkimtan telah melakukan pembenahan kawasan kumuh sekitar seribuan rumah. “Sudah tinggal dua ribuan lagi rumah yang akan kita tata. Untuk tahun ini, mungkin akan dilakukan dengan pengoptimalan dana yang ada, tetapi kami maksimalkan nanti di tahun 2019,” ujarnya.
Ia menyebut selain soal anggaran, Disperkimtan juga kesulitan untuk memastikan data pasti jumlah rumah kumuh yang ada di Kota Bekasi. Sebab, ketika di lapangan, banyak bangunan rumah tak layak huni yang belum termasuk dalam database milik Disperkimtan.
Dadang mengtakan, jajarannya harus melakukan verifikasi ulang mengenai data rumah tak layak huni yang masuk ke dalam kawasan kumuh di Kota Bekasi. “Kami mencoba untuk memverifikasi ulang data rumah-rumah itu, sehingga nanti akan ada satu data acuan milik kami yang menjadi rujukan berbagai pengimplementasian program,” katanya.
Selain Disperkimtan dia mengatakan banyak pihak lain yang melakukan pembenahan rumah tak layak huni dalam kawasan kumuh di Kota Bekasi. Mereka sering menggunakan data sendiri, tanpa mengacu database yang dimiliki oleh Disperkimtan Bekasi.
Sebab itu, Disperkimtan Bekasi perlu melakukan verifikasi langsung kepada tingkat RT/RW. Dia mengatakan Pihak RT/RW harus mengetahui seluk beluk warganya sendiri yang memiliki rumah tak layak huni.
“Perlu diverifikasi, sebab database ini angkanya harus tetap. Bila ada 3.066 rumah, ya harus tetap 3,066, tidak berkurang dan tidak kelebihan,” katanya.
Sebab, dia mengatakan, indicator rumah tak layak huni pada kawasan permukiman kumuh sudah jelas. Ia menyebut “Aladdin” atau atap, lantai, dinding pada sebuah rumah adalah indikatornya. Selain itu, Disperkimtan Bekasi juga memperhatikan sanitasinya.
Dadang menyampaikan, jika memang terdapat rumah tak layak huni dengan indikator itu maka masyarakat membutuhkan bantuan pembenahan. “Bila bangunan berada di tanah milik masyarakat sendiri, bukan kontrak, pemkot wajib untuk memperbaiki,” ujarnya.