REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produk Viostin DS dan Enzyplex belum mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim.
Lukmanul mengatakan, kedua produk tersebut, juga belum mengajukan sertifikasi halal. Namun, kedua produk tersebut hanya melakukan analisa laboratorium untuk persyaratan izin edar, dan hasilnya negatif mengandung DNA porcine atau babi.
"Jadi, izin edar mereka membawa sampel hasil laboratorium, pada saat izin edar memang tidak terindikasi babi, dalam label mereka juga tidak ada (informasi terindikasi) babi. Sampel yang dikirim hasilnya negatif, itulah yang dijadikan dasar oleh BPOM," kata Lukmanul di Gedung BPOM, Jakarta, Senin (5/2).
Baca Juga: BPOM Beri Kesempatan Produsen Obat Ganti Bahan Baku
Sementara, lanjutnya, dalam persyaratan izin tersebut BPOM hanya menganut informasi halal. Dimana, mandatorynya, jika suatu produk yang mengandung babi, maka ditulis keterangan diproduk tersebut mengandung babi, dan begitu juga sebaliknya.
"Kalau BPOM kan menganutnya mandatory informasi halal bahwa kalau mengandung babi harus ditulis mengandung babi," ujarnya.
Untuk saat ini, lanjutnya, belum ada kewajiban bagi industri farmasi untuk memiliki sertifikasi halal terhadap produknya. Namun, ketentuan tersebut akan diberlakukan pada 2019 mendatang.
Walaupun begitu, katanya, yang menjadi permasalahan adalah informasi Viostin DS dan Enzyplex tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Dimana, saat pre-market (proses perizinan) dikatakan bahwa kedua produk tersebut tidak terindikasi DNA babi. Sedangkan pada post-market (proses pengawasan), kedua produk tersebut terindikasi DNA babi.
Oleh sebab itu, LPPOM MUI akan bekerjasama dengan BPOM dilingkup obat. Dimana, sebelumnya. BPOM dan LPPOM MUI hanya bekerjasama dilingkup pangan pangan.
Sebab, kata Lukmanul, setelah ditemukannya obat yang terindikasi DNA babi tersebut, perlu adanya penguatan kerjasasama dalam lingkup obat-obatan dan kosmetik.
"Karena keresahannya akan sama saja antara obat dan pangan. Sekarang dengan adanya kasus ini, tadi kami sepakat untuk pengutan kerjasama dalam bentuk obat dan kosmetika," tandasnya.