REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Garut mengakui aksi mogok angkutan kota (angkot) menyebabkan kerugian materi yang tak sedikit. Akibat aksis tersebut, pengusaha dan sopir angkot merugi hingga ratusan juta rupiah.
Namun, Ketua Organda Garut Dayun Ridwan berkata, aksi mogok dan unjuk rasa menentang taksi daring tetap berlangsung di Garut, Senin (5/1). "Ya pastinya aksi ini menimbulkan kerugian, tapi ini adalah bagian dari perjuangan kami untuk menuntut keadilan kepada pemerintah," kata Dayun Ridwan kepada wartawan, Senin.
Ia menyebut angka kerugian itu berdasarkan perhitungan dari rata-rata penghasilan para sopir angkot sebesar Rp 100 ribu per hari. Sehingga ketika dikalikan dengan jumlah sopir angkot yang ikut unjukrasa sebanyak 1.200 orang, maka total kerugian bisa mencapai Rp 120 juta.
"Perkiraan sederhana. Misalkan sopir dapat Rp 100 ribu, kali 1.200 sopir, itu memang cukup besar kerugian dari dampak tidak beroperasinya angkot di Garut ini," ujarnya.
Tak hanya sopir, menurutnya kerugian juga berdampak pada pelaku usaha lainnya, seperti penjual makanan dan minuman. Termasuk berkurangnya pemasukan retribusi terminal.
"Yang pasti dampak dari demo ini tidak terjadi perputaran uang, berdampak ke yang lain," ucapnya.
Ia menyatakan kerugian dari aksi itu sudah diperhitungkan sebelumnya dan siap dengan segala konsekuensinya termasuk tidak punya penghasilan. Sebab kerugian itu bagian dari perjuangan menuntut keadilan agar transportasi daring tidak lagi beroperasi di Garut.
"Kami sebenarnya tidak menginginkan semua ini tapi kalau tidak adil kami akan seperti ini terus," tuturnya.