Selasa 06 Feb 2018 20:09 WIB

LPPOM MUI Komentari Viostin DS yang Tercemar DNA Babi

Viostin DS ini mengirim sampel ke LPPOM MUI, waktu awal tidak mengandung babi

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
Tes kandungan DNA Babi oleh LPPOM MUI Pusat
Foto: JAK TV
Tes kandungan DNA Babi oleh LPPOM MUI Pusat

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- PT Pharos sebagai produsen Viostin DS mengklaim produk Viostin DS yang mengandung babi tersebut hanya tercemar. Menurut mereka seharusnya berbahan baku Chondroitin Sulfate dari sapi tapi terkontaminasi babi.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lukmanul Hakim mengatakan, Viostin DS adalah produk yang belum bersertifikat halal MUI. Tetapi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) punya regulasi.

"Produk yang berasal dari hewan atau mengandung bahan baku hewan harus menginformasikan jika mengandung babi atau pernah bersentuhan dengan babi," kata Lukmanul kepada Republika di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (6/1).

Ia menerangkan, saat pre-market atau sebelum keluar izin edar, bahan yang digunakan dianalisis di laboratorium. Kalau sudah ada informasi bahannya bukan berasal dari babi, maka tidak perlu mencantumkan keterangan mengandung babi. Selanjutnya izin edar keluar.

Pada tahun 2015, LPPOM MUI dipakai laboratoriumnya untuk menganalisa Chondroitin Sulfate. Untuk mengetahui apakah Chondroitin Sulfate berasal dari babi atau tidak. Chondroitin Sulfate diperiksa di laboratorium LPPOM MUI sebagai persyaratan untuk mendapatkan izin edar.

"Viostin DS ini mengirim sampel ke LPPOM MUI, untuk dianalisa di lab LPPOM MUI, waktu awal bukan babi (tidak mengandung babi), sehingga keluarlah izin edar," ujarnya.

Menurutnya, urusan halal dan haram suatu produk tidak hanya sekedar analisa laboratorium. Urusan halal dan haram banyak aspeknya, jika bahannya dari sapi, apakah sapinya disembelih atau tidak disembelih. Tapi PT Pharos bukan klien LPPOM MUI, tidak ada kewajiban bagi mereka melaporkan apapun ke LPPOM MUI.

"LPPOM MUI tidak punya kewenangan melakukan pemeriksaan di lapangan secara rutin, karena mereka bukan klien sertifikasi halal MUI," ujarnya.

Sementara, berdasarkan pernyataan PT Pharos, Chondroitin Sulfate sudah mendapatkan sertifikat halal dari Halal Certification Services (HCS) Switzerland. LPPOM MUI juga menginformasikan, obat-obatan dan suplemen tetap wajib memiliki sertifikat halal di 2019. Kalau sekarang LPPOM MUI masih menganut prinsip sukarela, karena belum ada kewajiban mendapatkan sertifikat halal.

Lukmanul menjelaskan, yang dilakukan BPOM adalah post-market, yakni mengambil sampel-sampel di lapangan. Ternyata dari sampel di lapangan pada November 2017, Viostin DS ditemukan mengandung babi. Sementara, izin edar produk tersebut sudah berlaku sejak beberapa tahun yang lalu.

Ia menyampaikan, memang BPOM tidak memiliki otoritas di dunia halal. Tetapi BPOM terlibat melindungi konsumen dalam hal ini konsumen Muslim, dengan mandatory informasi label. "Kita apresiasi kepada BPOM, apresiasi ini juga harus diikuti oleh perusahaan (produsen), dalam konteks ini produk-produk yang berbasis hewan harus mempublikasikannya," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement