REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Seluruh nelayan bagan yang beroperasi di perairan Sumatra Barat akhirnya mengantongi izin resmi dari pemerintah. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memang memilih 'jemput bola' terhadap nelayan-nelayan dengan kapal bagan di atas 30 gross ton (GT) yang belum berizin.
KKP membuka gerai layanan pengurusan izin di Pelabuhan Perikanan Bungus, Kota Padang pada 16-21 Januari 2018 lalu. Namun ternyata, baru seratusan kapal dari 250 kapal bagan di atas 30 GT yang mengurus izinnya.
KKP memutuskan membuka lagi gerai pengurusan izin nelayan pada 31 Januari-3 Februari 2018 untuk mengakomodir nelayan yang belum berizin. Pada periode kedua ini, akhirnya seluruh nelayan bisa terlayani. Artinya, sebanyak 250 nelayan dengan kapal bagan sudah berizin resmi dari KKP.
"Jadi kini persoalan nelayan bagan di atas 30 GT di Sumatra Barat tentang izin surat menyurat melaut telah selesai. Hal ini dikarenakan sudah dua kali gerai layanan pengurusan izin melaut dibuka di Padang," jelas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat Yosmer, Selasa (6/2).
Izin melaut yang didapatkan dari KKP tersebut, ujar Yosmeri, sesuai ketentuan yang tertera di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (Peremen-KP) No.71 Tahun 2016, yakni nelayan bagan harus memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Layanan Operasional (SLO), serta perlu membeli sistem pemantauan kapal perikanan atau Vessel Monitoring System (VMS).
"Semua itu telah diperoleh oleh nelayan bagan di Sumbar yang di atas 30 GT," tegasnya.
Tak hanya itu, KKP juga masih mengizinkan nelayan bagan di Sumbar untuk menggunakan mata jaring seperti biasa yakni 4 inci dan lampu penerang 30 ribu watt.
Awal tahun 2018 ini, KKP memang memberikan kelonggaran terhadap nelayan bagan yang melaut di Perairan Sumatra Barat. Ditjen Perikanan Tangkap KKP memutuskan untuk memberikan lampu hijau kepada nelayan bagan untuk kembali melaut. Pemerintah memilih melunak setelah gelombang protes bermunculan di Sumbar akibat aturan yang membatasi jenis alat tangkap nelayan.
Seblumnya, nelayan di Sumbar meminta adanya revisi atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Tangkap Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI. Sebetulnya polemik soal beleid tersebut mencuat sejak tahun lalu, lantaran alat tangkap nelayan di Sumatra Barat termasuk yang dilarang.
Kelonggaran sempat diberikan pemerintah pusat dengan memberikan izin melaut bagi nelayan di Sumbar hingga 31 Desember 2017. Awalnya, beleid yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tersebut harus dijalankan per Januari 2017.
Dua kali perpanjangan izin bagi nelayan bagan di Sumbar diberikan, yakni Juni dan Desember 2017. Masalah yang kini muncul, setelah izin habis di penghujung 2017, nelayan tak berani melaut. Mereka takut ditangkap aparat keamanan lantaran melanggar aturan yang dibuat pemerintah.
Akhirnya, pada Jumat (5/1) lalu dilakukan audiensi antara Pemerintah Provinsi Sumbar, perwakilan nelayan bagan, dan Ditjen Perikanan Tangkap KKP. Hasilnya, nelayan di Sumbar diperbolehkan melaut kembali dengan jenis alat tangkap yang saat ini dimiliki.