Rabu 07 Feb 2018 05:11 WIB

Perang SBY Melawan Tudingan Kasus Megakorupsi KTP-El

Rep: Dian Fath Risalah, Arif Satrio Nugroho, Umi Nur Fadhilah/ Red: Budi Raharjo
Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ani Yudhoyono usai melaporkan Kuasa Hukum terdakwa kasus Korupsi KTP Elektronik Setya Novanto, Firman Wijaya di Bareskrim Polri, Jakarta. Selasa (6/2).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ani Yudhoyono usai melaporkan Kuasa Hukum terdakwa kasus Korupsi KTP Elektronik Setya Novanto, Firman Wijaya di Bareskrim Polri, Jakarta. Selasa (6/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berang. Ketua Umum Partai Demokrat itu menggelar jumpa pers khusus untuk merespons tudingan bahwa dirinya terlibat dalam kasus megakorupsi KTP elektronik.

SBY menganggap perlawanannya terhadap fitnah korupsi KTP-el merupakan perang miliknya. Perang yang mesti diselesaikan oleh dirinya sendiri sehingga ia menolak tawaran bantuan dari para menteri yang dahulu bekerja di kabinetnya. "Ini perang saya, This is my war!" ujar SBY menegaskan, Selasa (6/2).

Tak hanya itu, SBY juga mengimbau agar para kader Partai Demokrat tidak gusar. Permasalahan ini dianggapnya sebagai taktik yang ingin menghancurkan nama baik SBY, AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), dan mungkin Demokrat. "Biar saya sendiri datang ke Bareskrim, didampingi istri tercinta mendampingi saya dalam suka dan duka dan beberapa pendamping yang akan sekaligus menjadi lawyer," katanya.

Kemarahan SBY itu bermula dari pernyataan Firman Wijaya, kuasa hukum terdakwa kasus KTP-el Setya Novanto. Firman menilai kesaksian mantan fungsionaris Partai Demokrat Mirwan Amir dalam persidangan kliennya, Kamis (25/1) memperlihatkan adanya kekuatan besar yang mengintervensi proyek KTP-el.

Intervensi itu disebutnya datang dari anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2009-2014. Apalagi, proyek KTP-el itu amat erat kaitannya dengan anggaran.

Firman menilai, keliru bila ada anggapan bahwa proyek tersebut dikendalikan oleh Novanto. Firman juga menyebutkan, proyek KTP-el dikuasai oleh pemenang pemilu pada 2009, yakni Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono. Hal inilah yang kemudian dipermasalahkan oleh pihak SBY.

photo
Saksi Mirwan Amir berjalan memasuki ruangan persidangan memberikan keteragan untuk Terdakwa kasus tindak pidanda korupsi KTP Elektronik Setya Novanto di Pengadilan tindak pidana korupsi, Jakarta, Kamis (18/1).

Jihad keadilan

Tak berhenti sampai di situ, SBY menegaskan tidak pernah mengintervensi atau mencampuri kasus KTP-el. "Apa yang saya lakukan, saya akan lakukan jihad untuk keadilan," katanya.

Tanpa ragu, SBY mempersilakan pihak berwenang memeriksa dan membuktikan tudingan yang diarahkan padanya. Ia menegaskan, lagi tak pernah mengikuti proyek KTP elektronik. "Silakan cek, Mendagri masih ada, pengarah ada, tim teknis ada. Sikap saya itu, tidak mencampuri, mengintervensi, bukan hanya proyek KTP-el, program apa saja," jelasnya.

SBY mengaku, tak pernah membawa urusan pemerintahan ke partainya. Ia menilai pernyataan pengacara Firman dan Mirwan bias ke mana-mana. "Sudah saya jelaskan, sama sekali tidak benar, ada tuduhan saya dilaporin, ada masalah besar harus dihentikan, atau ngatur atau ikut-ikutan dengan proyek KTP," katanya.

Dengan berbagai penjelasan itu, SBY beranggapan tudingan terhadapnya adalah skenario di tahun politik. Ia akan menunggu ujung kasus tersebut. "Mungkin panjangan, tapi akan saya tunggu sampai kapan pun juga, tapi saat ini saya tidak main tuduh," kata SBY.

Selama masih menjabat sebagai Presiden, SBY mengaku tidak pernah mendapatkan laporan bahwa program KTP-el menghadapi masalah serius sehingga harus dihentikan. Baik itu laporan dari tim pengarah, Kemendagri, tim teknis, BPKP, BPK, penegak hukum. Mereka sama sekali tidak ada yang melaporkan kepadanya. "Termasuk yang mengaku menyampaikan kepada saya, saudara Mirwan Amir," kata SBY

Usai memberikan keterangan kepada media, SBY melaporkan Firman Wijaya ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah terkait penyebutan namanya dalam sidang kasus KTP-el. SBY datang melapor bersama istrinya, Ani Yudhoyono, anak kedua mereka Edi Baskoro Yudhoyono dan sejumlah pendamping.

photo
Pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), Firman Wijaya (kedua Kanan) memasuki Gedung Bareskrim untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (8/1).

Firman tak peduli

Saat dikonfirmasi mengenai pelaporan dirinya, Firman Wijaya tak mau ambil pusing. Sebagai advokat dan rakyat biasa, setiap hari ia mengaku hanya bekerja memperjuangkan keadilan.

Sebagai advokat, Firman juga dituntut bekerja untuk membela siapa pun tanpa pandang bulu. "Seperti biasa, hari ini membela Pak Novanto. Besok membela yang lain, ya biasa saja," ucapnya.

Firman pun mengembalikan semuanya kepada hukum yang berlaku. "Saya rasa semua berangkat dari hukum ya. Tinggal kita baca putusan MK dan UU tentang Advokat, semua tentang imunitas profesi," kata dia.

Sementara, terdakwa kasus korupsi proyek KTP-el, Setya Novanto, enggan berkomentar banyak terkait laporan pencemaran nama baik atas kuasa hukumnya, Firman Wijaya di Bareskrim Mabes Polri. "Tidak tahu ya. Urusannya Pak Firman itu," kata Novanto usai diperiksa penyidik KPK sebagai saksi untuk tersangka kasus korupsi KTP-el Anang Sugiana Sudiharjo di Gedung KPK Jakarta, Selasa (6/2).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement