REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Tinggi HAM PBB Zeid Ra’ad Al Hussein berharap, Islam Indonesia menjadi contoh dunia. Harapan ini disampaikan Zeid Ra’ad kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat berkunjung ke Kantor Kementerian Agama, Jakarta.
“Sesuatu yang kita harapkan dari Indonesia, bagaimana Indonesia bisa berdiri sebagai contoh Islam bagi dunia,” kata Zeid Ra’ad di Jakarta, Selasa (6/2).
“Indonesia saat ini mengambil posisi yang positif terkait HAM. Ini sesuatu yang sangat kami hargai,” sambungnya.
Ikut dalam delegasi Francesco Motta (Chief of Asia Pacific and Middle East Field Operations), Ravina Shamdasani (Official Spokesperson of the HC), Cynthia Veliko (Regional Representative), Shivani Verma (Human Rights Officer). Hadir juga Wakil Tetap Indonesia untuk PBB di Jenewa Hasan Kleib dan Direktur HAM dan Kemanusiaan Dicky Komar.
Menag Lukman didampingi oleh Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM Janedjri M Gaffar, Kepala Badan Litbang dan Diklat Abd Rahman Mas’ud, dan Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Muharram Marzuki.
Kedua belah pihak membicarakan masalah kehidupan sosial keagamaan di wilayah kawasan, mulai dari gerakan moderasi di Arab Saudi hingga beberapa isu keagamaan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Kepada Menag, Zeid misalnya menanyakan, masalah radikalisme dan LGBT di Indonesia.
Menanggapi hal itu, Lukman menjelaskan, tentang kampanye gerakan moderasi agama. Moderat yang dimaksud Lukman adalah tidak ekstrem, baik konservatif maupun liberal.
Menurut dia, Indonesia adalah bangsa religius. Karenanya, Kemenag terus berupaya agar paham dan pengamalan keagamaan bangsa Indonesia tetap terjaga dan terpelihara pada tingkat moderasinya.
“Kami dengan dukungan ormas dan tokoh agama berupaya agar kutub ekstrem yang terlalu konservatif dan liberal ini bisa kembali di tengah. Jadi dua hal ini bukan untuk diperhadapkan, tapi disinergikan, saling mengisi dan melengkapi,” kata Lukman di Jakarta.
“Inilah yang kami usung sebagai moderasi agama dan ini karakter masyarakat Indonesia yang religius. Sehingga, paham yang ekstrem yang mentolerir tindak kekerasan dan melanggar HAM itu sedapat mungkin bisa dihindari melalui paham keagamaan,” sambungnya.
Terkait LGBT, Lukman mengatakan, semua agama tidak mentolerir tindakan hubungan seksual sesama jenis. Namun demikian, pandangan seperti ini juga tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan persekusi, bahkan tindakan kekerasan dan pengucilan terhadap orang yang seperti itu.
“Kami di Kemenag mempromosikan ajakan agar tokoh agama dan ormas keagamaan merangkul dan mendampingi mereka (agar kembali ke ajaran agama), bukan mengucilkan atau merendahkan atau mentolerir tindakan kekerasan kepada mereka,” tutur Menag.
“Kami dalam rangka mengusung moderasi agama, justru harus menjadikan agama sebagai faktor untuk melindungi mereka. Sebab agama hakikatnya adalah mangayomi dan melindungi,” tandasnya.
Menag menyampaikan terima kasih atas kedatangan Komisioner HAM bersama delegasi untuk mendiskusikan beragam persoalan terkait kehidupan sosial keagamaan.