REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Kantor Bahasa Provinsi Banten mendokumentasikan budaya masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak. Upaya itu bagian dari upaya melestarikan warisan nenek moyang agar tidak punah.
"Kami tahun lalu juga telah melakukan penelitian dan pengumpulan kosa kata budaya masyarakat Badui dan istilah-istilah kuliner Banten," kata Nondi Sopandi, staf Kantor Bahasa Provinsi Banten di Lebak, Rabu (7/2).
Selama ini, masyarakat Badui menjadikan ikon Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten karena mereka hingga kini masih mempertahankan adat budaya leluhurnya.
Masyarakat Badui yang tinggal di permukiman kawasan tanah hak ulayat di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar tidak terdapat infrastruktur jalan aspal, jembatan permanen, penerangan listrik, pelayanan kesehatan dan pendidikan, maupun bangunan rumah permanen.
Selain itu, di tempat tersebut tidak terdapat perabotan rumah dan elektronika. Bahkan, masyarakat Badui Dalam yang berpakaian putih-putih dengan ikat kepala atau lomar berwarna putih yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikeusik, dan Cikawartana jika berpergian ke mana saja, termasuk keluar daerah, harus berjalan kaki. Masyarakat Badui Dalam dilarang menggunakan angkutan maupun kendaraan.
Begitu juga pertanian masyarakat Badui, tidak menggunakan lahan persawahan dan peralatan pertanian untuk bercocok tanam.
Masyarakat Badui dalam mengembangkan kehidupannya bercocok tanam di lahan ladang, seperti menanam padi huma, palawija, dan hortikultura. Oleh karena itu, pihaknya melestarikan sastra maupun budaya masyarakat Badui tersebut.
Apalagi, tugas pokok dan fungsi Kantor Bahasa adalah melakukan revitalisasi agar budaya masyarakat lokal tidak punah. "Kami juga melakukan revitalisasi sastra dan seni angklung buhun Badui dengan memberikan pelatihan kepada 100 pelajar SMA/SMK," katanya.
Pada 2018, pihaknya menggarap dokumentasi dan pengumpulan data kosa kata sunda masyarakat Badui dan istilah-istilah kerajaan.
Pengumpulan data kosa kata itu tentu manfaatnya cukup besar karena bisa didokumentasikan agar menjadi arsip nasional untuk keberlangsungan bahasa tersebut. "Dokumentasi dan arsip itu agar tidak punah bagi generasi selanjutnya," katanya.
Ia mencontohkan tentang bahasa setempat yang hanya berlaku di masyarakat Badui dan tidak dikenal oleh warga sekitarnya.
"Apakah bahasa itu akan punah, namun jika ada dokumentasi maka tidak punah, termasuk penuturannya. Untuk itu, kami mendokumentasikan budaya masyarakat Badui menjadi arsip agar tidak punah," katanya.