REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim NU Peduli Kemanusiaan merespons kejadian luar biasa di Asmat, Papua, dengan mengirimkan tim kemanusiaan. Di sana, tim bertugas melaksanakan pemantauan kesehatan anak dan mendirikan rumah gizi, atau biasa disebut warga setempat Cem Gizi.
"Selama bertugas Tim NU selalu melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, hal-hal yang kami temukan tidak bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, karena pola kehidupan mereka (suku asmat) yang sangat jauh dari apa yang kita bayangkan selama ini, diantarannya persoalan air bersih hanya dari air hujan, untuk mandi dan minum tanpa dimasak terlebih dahulu, sehingga pertanyanya bagi tim bukan "berapa kali mandi? tapi kapan terakhir mandi ?". ungkap Moh. Agus Fuat, Tim NU Peduli Kemanusiaan, dalam pesan tertulis yang diterima, Rabu (7/2).
Tim NU Peduli Kemanusiaan yang bertugas di Agats, Asmat. Dok Lazisnu-Care
Di sana, Tim NU Peduli Kemanusiaan memberdayakan Tim Lokal dengan melibatkan NU, para tokoh agama, tokoh adat untuk melakukan program secara berkelanjutan, ada 15 tim lokal (penduduk asmat) yang sampai saat ini memberikan sosialisasi, memberikan makanan dan gizi kepada anak-anak 4 hari dalam seminggu, dan 2 kali (pagi dan sore) dalam sehari, hal ini dilakukan sampai perkembangan kondisi anak yang malnutrisi menjadi cukup nutrisi atau bergizi baik.
Hanya saja, anak-anak di Asmat ditemui kerap mengonsumsi kedondong dicampur dengan penyedap rasa. Inilah cemilah yang biasa diberikan setiap harinya. Juga diketahui, anak-anak di Asmat terbiasa meminum air hujan bukan air matang.
Tim NU Peduli Kemanusiaan melaksanakan pemeriksaan kesehatan anak-anak di Agats,Asmat. Dok: NU Care-Lazisnu
"Akhir-akhir saya juga baru tahu kenapa ingus anak-anak seolah tak pernah berhenti itu karena setiap hari mereka minum air mentah. Memang air bersih di Asmat hanya mengandalkan air hujan," kata Ketua BEM FIB UI 2016 ini.
Selanjutnya, Tim NU Peduli Kemanusiaan mengumpulkan sekitar 300 anak untuk menjalani screening dengan Pak Dokter. Selain itu, anak-anak juga mendapatkan vitamin, susu, dan biscuit. Dari hasil screening sekitar 14 anak terindikasi kurang gizi.
"Jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah karena ini baru screening satu kampung," ungkapnya.
Susana misalnya, umurnya 1,5 tahun. Namun Susana hanya memiliki berat badan 4 kg. Dalam sehari Susana hanya makan nasi atau sagu dua kali. Di waktu pagi ia hanya minum teh atau kopi. Waktu kami beri susu dan biscuit, tangan Susana gemetar. "Kata dokter ia kurang banyak protein," ungkapnya.
Untuk memonitoring anak-anak ini NU Peduli Kemanusiaan Bersama tim local mendirikan rumah gizi. Atau Bahasa local mereka sebut CEM GIZI. CEM GIZI ini akan menjadi tempat anak-anak diberikan asupan gizi lebih. Setiap minggu dalam 4 kali mereka akan datang di CEM GIZI untuk diberikan asupan makanan bergizi.
"Tentu kita akan menonitoring terus perkembangan anak-anak," kata dia.