REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai, pengembangan sekolah berpola asrama adalah salah satu inovasi penting dalam mendukung pendidikan di Papua. Menurut Bambang, sekolah berpola asrama merupakan salah satu upaya untuk dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah.
Kondisi geografis yang relatif sulit di Papua menyebabkan banyak siswa sekolah
yang harus menempuh perjalanan jauh untuk sekolah. Selain itu, lokasi kampung-kampung yang tersebar di berbagai wilayah mengakibatkan pembangunan pendidikan sulit untuk dilaksanakan.
"Sekolah berasrama saya pikir terobosan model pembangunan yang cocok tidak hanya di Papua tapi bisa juga di wilayah lain," ujar Bambang dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Indonesia American Society of Academics (IASA) untuk Mendukung Percepatan Pembangunan di Wilayah Papua pada Rabu (7/2).
IASA merupakan asosiasi akademisi diaspora Indonesia di Amerika Serikat yang memiliki perhatian dan dedikasi untuk turut serta membangun Papua dan Papua Barat sesuai dengan bidang yang ditekuni oleh masing-masing anggota. Bambang menyambut positif kontribusi IASA dalam membangun Papua. Menurut Bambang, sejumlah tantangan tersebut selama ini membuat hasil pendidikan di provinsi paling timur Indonesia belum optimal.
"Itu tidak kita inginkan. Kita ingin 20 persen anggaran pendidikan yang menjadi komitmen pemerintah dalam APBN bisa memberikan output optimal," ujar Bambang.
Bambang mengaku, konsep tersebut sudah dijalankan oleh Kemendikbud. Akan tetapi, IASA akan memberikan tambahan dengan mendorong sekolah berasrama memberi pendidikan yang menyeluruh terutama di luar jam sekolah. Ia mengaku, ke depannya akan diberikan pendidikan karakter dan keterampilan sesuai kearifan lokal seperti pertanian dan peternakan. Tak hanya itu, dalam rangka menyongsong era digital, para murid juga akan diberikan pendidikan mendalam terkait teknologi informasi. "Konsep sekolah berasrama ini intinya full day school tapi tidak semua di kelas melainkan ada sesi untuk belajar kearifan lokal hingga dunia digital," ujar Bambang.
Lokasi pembangunan untuk tahap awal ini telah ditentukan yakni di Jayapura, Merauke, dan Nabire. Bambang mengaku, saat ini terdapat masalah terkait dengan tunjangan guru untuk sekolah berasrama tersebut. Ia mengatakan, dengan mengoptimalkan kegiatan belajar di luar kelas, nantinya guru juga akan mendapat tunjangan dari pengajaran tersebut. "Sehingga, waktu guru di luar kegiatan belajar mengajar itu juga dihitung sebagai jam mengajar. Kita harap ke depannya sekolah berasrama ini bermanfaat untuk pengembangan murid," ujar Bambang.
Chairman IASA Edward Wanandi mengatakan, terdapat 82 profesor diaspora Indonesia di AS yang menyatakan tertarik untuk terlibat dalam program tersebut. Dari jumlah itu, 25 profesor menyatakan siap untuk terlibat aktif dan ikut menjalankan program yang sudah direncanakan sejak Maret 2016.
Program IASA akan dimulai pada tahun ajaran 2018/2019. IASA akan bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang ada di wilayah sasaran. "Kita akan bekerja sama dengan sekolah yang sudah ada dan bukan dibangun baru. Jadi, kita mencoba melihat kelemahan dan kekurangan yang ada," ujar Edward.
Baca juga: Bantuan Sosial untuk Masyarakat Asmat Hingga Enam Bulan