Kamis 08 Feb 2018 12:16 WIB

Rusia Diminta Tengahi Konflik Israel dan Milisi Sekutu Iran

Perseteruan Iran-Israel terjadi setelah Iran berupaya memperluas ppengaruhnya.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Tank-tank Israel dalam posisi menghadap sebuah desa Suriah dari Dataran Tinggi Golan yang dicaplok Israel.
Foto: Reuters/Avihu Shapira
Tank-tank Israel dalam posisi menghadap sebuah desa Suriah dari Dataran Tinggi Golan yang dicaplok Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- International Crisis Group meminta Rusia ikut campur tangan dalam konflik yang semakin meningkat antara Israel dan milisi yang bersekutu dengan Iran di Suriah. Seruan ini disampaikan dalam sebuah laporan berjudul Israel, Hizbollah and Iran: Preventing a New War in Syria yang diterbitkan pada Kamis (8/2).

Kelompok tersebut juga memperingatkan akan adanya peperangan yang lebih luas dalam fase baru di Suriah. Perseteruan antara Iran dan Israel dinilai terjadi setelah Iran berupaya memperluas pengaruhnya di Suriah.

"Rusia, salah satu pendukung terpenting (Presiden Suriah) Bashar Al Assad adalah satu-satunya kekuatan di Suriah yang bisa menengahi konflik baru untuk mengurangi risiko konfrontasi yang lebih besar," tulis laporan itu, dikutip Arab News.

Setelah berhasil merebut kembali wilayah barat daya Suriah bulan lalu, Presiden Assad dan Iran yang menjadi sekutu mereka akan segera merebut kembali sebagian besar wilayah Suriah sampai ke perbatasan Israel yang disengketakan.

"Keinginan milisi yang didukung Iran untuk menguasai wilayah dekat perbatasan Israel telah membuat Israel enggan hanya menjadi penonton. Serangan udara Israel terhadap konvoi senjata dan target lainnya di Suriah telah menunjukkan eskalasi tambahan sudah terjadi," tambah laporan itu.

Analis senior International Crisis Group Ofer Zalzberg mengatakan kepada Arab News, Iran tampaknya bermaksud membangun kehadiran militer permanen di Suriah. "Suriah tentu saja adalah tetangga Israel dan perkembangan ini bisa mempengaruhi perang fase berikutnya secara dramatis," kata Zalzberg.

Israel tercatat telah menyerang fasilitas produksi senjata di dekat Damaskus sebanyak tiga kali. "Dua dari tiga fasilitas tersebut diduga milik Iran. Yang ketiga, yang diserang pada Rabu diperkirakan telah memproduksi senjata kimia," jelasnya.

Menurut Zalzberg, diperlukan sebuah solusi politis untuk menghadapi konflik ini. "Kami tidak menyatakan Iran harus meninggalkan Suriah. Kami menyarankan agar Iran tetap terlibat secara politik dan ekonomi di Suriah tapi seharusnya tidak memiliki kehadiran militer permanen," ujar Zalzberg.

Ia juga menyarankan Rusia menengahi Israel dan Iran karena konflik di antara mereka berisiko merusak kebijakan Rusia di Suriah, termasuk memperkuat posisi Assad.

Pada Rabu (7/2), sistem pertahanan udara Suriah mencegat serangan udara Israel di dekat Damaskus. "Pagi ini, pesawat tempur Israel menembakkan beberapa rudal dari wilayah udara Lebanon ke salah satu posisi militer kami di pedesaan Damaskus. Sistem pertahanan udara kami berhasil mencegat mereka dan menghancurkan sebagian besar dari mereka," kata militer Suriah dalam sebuah penyataan.

Syrian Observatory for Human Rights mengatakan Israel telah melakukan puluhan serangan udara terhadap angkatan bersenjata Suriah dan sekutunya sejak perang saudara pecah di sana pada 2011.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement