REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Sastra *)
Islam adalah agama positif, produktif, dan kontributif. Positif dalam arti mengandung nilai-nilai kemuliaan. Produktif dalam arti Islam selalu menganjurkan umatnya untuk selalu bekerja dengan berbagai profesi yang halal. Kontributif dalam arti Islam selalu menganjurkan umatnya selalu memiliki semangat altruisme (memberi).
Kandungan nilai-nilai Islam yang datang dari Allah yang Mahabaik dan benar menjadikan ajaran Islam selalu memiliki timbangan. Timbangan setiap perbuatan Islam adalah Alquran dan hadis, halal dan haram menjadi ukuran, bukan semata-mata karena kemanfaatan.
Sementara, secara kedudukan perbuatan, Islam mendudukkan perbuatan dalam lima hukum utama, yakni wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Apa yang diwajibkan Allah, maka di dalamnya mengandung kebajikan, dan apa yang diharamkan Allah, maka di dalamnya mengandung kemudharatan.
Allah telah menegaskan akan kebenaran Islam dalam firman- Nya: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayatayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya" [QS Ali Imran (2): 19].
Islam sebagai agama produktif ditunjukkan dengan anjuran bekerja bagi umatnya. Islam membenci umatnya yang malas dan tidak mau bekerja. Allah mencintai umatnya yang kuat dan membenci umatnya yang lemah.
Bekerja adalah kewajiban seorang Muslim, terutama laki-laki sebagai cara untuk memenuhi nafkah keluarga. Para nabi adalah orang-orang yang bekerja penuh sungguh-sungguh dan halal demi memenuhi nafkah keluarga. Nabi Nuh bekerja sebagai tukang kayu, Nabi Idris sebagai tukang jahit, dan Rasulullah sebagai pedagang.
Allah menegaskan perintah kerja dalam firman-Nya, "Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan" [QS at-Taubah (9): 105].
Islam sebagai agama kontributif ditunjukkan melalui anjuran kepada umatnya untuk menjadi pemberi dan melarang menjadi peminta-minta. Islam melarang umatnya untuk menjadi seorang pengemis. Islam memandang orang yang tangannya di atas untuk memberi lebih disenangi dari orang yang tangannya di bawah karena meminta-minta.
Bahkan, mental mengemis mendapat celaan yang tegas dari Rasulullah melalui sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa bagi yang mengemis kepada orang lain di dunia, kelak di akhirat akan dibangkitkan dengan tanpa wajah yang sempurna.
Dengan demikian, Islam adalah agama sempurna yang menjadikan umatnya sebagai manusia yang saleh, pekerja keras, sekaligus selalu peduli terhadap orang lain. Jangan pernah tebersit dalam hati untuk meminta-minta atau mengemis kepada manusia. Sebab, selain akan menjadikan dirinya terhina di hadapan Allah dan rasul-Nya kelak, mengemis bagi seorang Muslim juga akan merendahkan martabat agama Islam.
Muslim tidak mengemis sebab perbuatan itu selain negatif juga tidak memiliki kontribusi bagi kebaikan orang lain dan agama. Salah satu cara memuliakan diri dan agama ini adalah dengan memandirikan diri dengan bekerja dan selalu memiliki semangat untuk berkontribusi bagi kebaikan orang lain.
Menjaga kemuliaan Muslim dan Islam adalah sebuah kewajiban. Merendahkanya adalah sebuah perbuatan tercela. Islam itu mulia dan harus dimuliakan, Muslim itu mulia dan harus dimuliakan. Jadilah Muslim yang mulia dan memuliakan Islam dengan cara menjadi Muslim yang kuat dan mandiri serta peduli dan tidak menjadi pengemis.