Kamis 08 Feb 2018 17:20 WIB

BI Sebut Investasi Berorientasi Ekspor Tekan Rasio Utang

Rasio utang terhadap penerimaan ekspor mencapai 170 persen.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nur Aini
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mendukung instruksi Presiden Joko Widodo untuk mendorong ekspor. Ia mengaku, saat ini Indonesia perlu menekan rasio utang terhadap penerimaan ekspor barang dan jasa yang saat ini mencapai 170 persen.

"Presiden meminta untuk mendorong ekspor atau lebih tepatnya mendorong investasi yang berorientasi ekspor. Jadi kalau ada FDI (Foreign Direct Investment) masuk itu yang berorientasi ekspor supaya rasio utang luar negeri terhadap penerimaan ekspor barang dan jasa itu menjadi menurun atau lebih baik," ujar Mirza di Jakarta, Kamis (8/2).

Mirza mengatakan, kebijakan utang memang diperlukan Indonesia untuk mendukung pembangunan dan meningkatkan perekonomian. Hal ini karena, menurut Mirza, uang yang ada di dalam negeri tidak sampai 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Saat ini, kata Mirza, rasio utang luar negeri Indonesia berada di level 35 persen terhadap PDB. Ia mengaku, angka itu tak jauh berbeda dengan rasio utang Thailand.

Akan tetapi, Mirza mengingatkan, Thailand memiliki pendapatan ekspor barang dan jasa yang lebih besar dari Indonesia. Sehingga, rasio utang Thailand terhadap penerimaan ekspor barang dan jasa hanya sekitar 45 persen sedangkan Indonesia mencapai 170 persen.

"Jadi, arahan presiden untuk mendorong ekspor barang dan jasa dan mendorong investasi berorientasi ekspor itu kami rasa sudah tepat," ujar Mirza.

Baca juga: Penurunan Bunga Kredit Baru Sentuh 153 Basis Poin

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement