REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nilai dan spirit umat untuk mendapatkan pelayanan yang baik dalam rangka pemenuhan kehidupan yang nyaman, aman, dan tentram yang selaras dengan nilai-nilai yang diyakininya semakin tampak menggelora. Tren ini mulai muncul sejak kemunculan produk dan jasa keuangan yang ditawarkan, serta kebutuhan untuk bertransaksi secara halal.
Tak sampai disitu, muncul pula produk dan jasa dalam pelayanan kesehatan berbasis syariah. Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (Mukisi) menilai saat ink pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman terus disempurnakan dengan konsep syariah.
Ketua Mukisi, Masyhudi mengatakan perkembangan rumah sakit berbasis di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa ghirah umat untuk mencari pengobatan di rumah sakit yang Islami semakin kuat.
"Hal ini menjadi indikator akan tingginya kesadaran umat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dalam keberkahan," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jakarta, Kamis (8/2).
Menurutnya, saat ini sudah ada dua rumah sakit berbasis syariah yakni Rumah Sakit Sultan Agung Semarang dan Rumah Sakit Nur Hidayah Yogyakarta. Dalam rencana tahun ini akan ada 30 rumah sakit yang mendapatkan label syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
Nanti acara Islamic Healtcare Conference and Expo (IHEX) pada 10-12 April 2018 akan ada 10 rumah sakit mendapatkan label syariah. Sehingga April mendatang sudah ada 12 rumah sakit di Indonesia berlabel syariah, ungkapnya.
Ia menjelaskan, rumah sakit syariah merupakan rumah sakit yang seluruh aktivitasnya berdasar pada Maqashid al Syariah al Islamiyah. Hal ini sesuai dengan konsep maqashid syariah menurut Imam Syatibi yaitu memelihara Agama (hifdz ad-diin), memelihara Jiwa (hifdz an-nafs), memelihara Keturunan (hifdz an-nasl), memelihara Akal (hifdz al-aql), dan memelihara Harta (hifdz al-mal).
"Yang bisa menjadi rumah sakit syariah bukan hanya rumah sakit Islam. Tapi rumah sakit milik pemerintah pun juga tidak tertutup," ungkapnya.
Dalam penyusunan standar sertifikasi rumah sakit berbasis syariah mengacu pada standar akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang kemudian ditambahan unsur-unsur syariah di dalamnya. Standar tersebut terbagi dalam dua kelompok utama; Standar yang berfokus pada layanan pasien dan perawatan di rumah sakit.
Di antara standar tersebut, hal-hal yang bersifat normatif dan tidak mengandung nilai syariah dalam standar dan implementasinya tidak dimasukkan ke dalam standar sertifikasi rumah sakit syariah. Dari standar tersebut, unsur penilaian ditentukan untuk menilai tingkat kepatuhan.
Unsur penilaian terdiri atas kajian dokumen, survei pasien dan survei fasilitas yang sesuai dengan metodologi penilaian oleh akreditasi rumah sakit KARS.
Untuk penilaian sertifikasi ini sepenuhnya menjadi kewenangan DSN- MUI. "Tetapi pelaksanaannya dilakukan dengan kerja sama antara DSN- MUI dengan Mukisi," jelasnya.
Kemudian, dalam Sertifikasi Rumah Sakit Syariahdibagi dua kelompok yaitu kelompok Standar yang mengatur pada aspek manejemen dan kelompok standar yang mengatur pada aspek pelayanan rumah sakit syariah. "Untuk menjadi rumah sakit syariah, setidaknya ada 51 persyaratan standar serta 173 elemen penilaian," jelasnya.
Menurutnya, saat ini banyak rumah sakit Islam yang ingin mendapatkan label syariah. Maklum saja, tidak ada kendala untuk mendapatkan sertifikat syariah.
Kendala tidak ada hanya memang perlu persiapan secara matang saja. "Terpenting rumah sakit sudah mendapatkan mengacu pada standar KARS, yang bermutu dan menjaga keselamatan pasien," ungkapnya.
Berikut 10 rumah sakit di Indonesia yang akan mendapatkan sertifikat syariah, antara lain RS PKU Muhammadiyah Wonosobo, RS Amal Sehat Wonogiri, RS PKU Muhammadiyah Jogyakarta, RS PDHI Jogyakarta, RS Haji Jakarta, RS Sari Asih Ciledug, RS Arrahmah Tangerang, RS Islam Jakarta, RS Islam Malang dan RS Islam Muhammadiyah Lamongan.