REPUBLIKA.CO.ID, BENGHAZI -- Sedikitnya dua orang tewas dan beberapa lainnya terluka dalam aksi pengeboman di Masjid Saad Ben Obadah di Distrik Berka, Kota Benghazi, Libya timur, pada Jumat (9/2). Ledakan itu terjadi saat masjid dipenuhi para jamaah yang sedang melakukan ibadah shalat Jumat.
Juru bicara keamanan Benghazi Mutaz al-Mu'tri mengatakan pelaku pengeboman menyimpan dua bpom improvisasi di dua buah tas di dalam masjid. Bom diduga diledakkan dari jarak jauh menggunakan telepon genggam.
Petugas medis mengungkapkan, selain dua orang tewas, 55 orang lainnya dilaporkan terluka setelah bom meledak. Media lokal bahkan melaporkan ada 129 orang yang terluka dalam insiden tersebut. Hingga saat ini belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab.
Misi Dukungan PBB di Libya (UNSMIL) dengan cepat mengecam serangan tersebut karena telah menimbulkan korban sipil. "Serangan langsung dan sembarangan terhadap orang-orang sipil telah dilarang oleh hukum humaniter internasional dan merupakan bentuk kejahatan perang," kata UNSMIL dalam sebuah pernyataan, dikutip Aljazirah.
"Tindakan kejam ini seharusnya tidak bisa dimaklumi sebagai serangan balas dendam. Investigasi yang cepat dan tidak memihak harus membawa pelaku ke pengadilan," tambah UNSMIL.
Pada 23 Januari lalu, sebuah bom juga meledak di luar Masjid Bait Radwan dan menewaskan lebih dari 50 jamaah masjid, termasuk sejumlah pejabat keamanan senior. Ahmed al-Fituri, kepala unit investigasi khusus di komando umum pasukan keamanan Libya timur menjadi salah satu di antara korban tewas.
Pasukan yang setia kepada Khalifa Haftar, seorang jenderal pemberontak yang berbasis di timur Libya, berhasil menguasai Benghazi pada 2017, setelah melakukan perlawanan terhadap kelompok bersenjata lainnya selama tiga tahun. Pertarungan telah membuat kota pelabuhan itu penuh dengan reruntuhan bangunan.
Beberapa aksi pengeboman saat ini masih menargetkan tokoh-tokoh yang memiliki hubungan dengan Tentara Nasional Libya (LNA) yang mendukung Haftar.
LNA mengklaim kemenangan di Benghazi pada Juli tahun lalu, namun bentrokan sporadis masih berlangsung sampai Desember ketika mereka mengambil alih kendali atas wilayah terakhir di kota tersebut. Sejak saat itu, LNA memberlakukan kontrol militer yang ketat terhadap Kota Benghazi dan wilayah lain di Libya timur yang berada di bawah kendalinya.
Pertempuran di Benghazi adalah bagian dari konflik yang meluas di Libya setelah mantan penguasa Muamar Qadafi digulingkan dari kekuasaan dan terbunuh dalam pemberontakan yang didukung oleh NATO pada 2011. Negara Afrika Utara ini menghadapi persaingan ketat antara faksi militer yang berbasis di Tripoli dan wilayah timur sejak 2014.