REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM akan tetap menyampaikan usulan pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat untuk mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Diketahui, setelah mengirimkan pengajuan rekomendasi ke KPK, lembaga antirasuah itu tidak memberikan rekomendasi asimilasi dan pembebasan bersyarat untuk Nazaruddin.
"Dirjen pas tetap meneruskan usulan itu ke Kementerian. Usulan itu tentunya ada pertimbangan lagi, karena satu rekomendasi tidak ada (dari KPK, Red)," kata Kepala Bagian Humas Ditjen PAS, Ade Kusmanto saat dikonfirmasi, Ahad (11/2).
Ade menjelaskan, hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat diatur pada Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 38A, Pasal 43, Pasal 43A, Pasal 43B.
Menurut Ade, jawaban apa pun yang diberikan KPK, pihaknya tetap meneruskan usulan asimilasi dan pembebasan bersyarat Nazaruddin kepada Menkumham Yasonna, yang berdasarkan hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Sehingga, keputusan mengenai pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat Nazaruddin ada di tangan Yasonna. "Tentunya Menteri juga kan melihat pertimbangan-pertimbangan, ada pertimbangan KPK, ada rekomendasi (sidang TPP)," ujarnya.
Sebelumnya, pada Jumat (9/2) Ketua KPK Agus Rahardjo memastikan pihaknya tak akan memberikan rekomendasi untuk asimilasi dan pembebasan bersyarat Nazaruddin. Salah satu alasan penolakan KPK lantaran Nazaruddin sudah banyak mendapat remisi.
Nazaruddin sebelumnya divonis dalam dua kasus korupsi berbeda. Pertama, pada 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp4,6 miliar yang diserahkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury.
Nazaruddin juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI, yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, menang lelang proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp 300 juta.