REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Sedikitnya 20 asisten rumah tangga (ART) berhasil lolos dari eksploitasi di kediaman diplomatik di Canberra, Australia. Mereka di antaranya harus bekerja 12 sampai 18 jam sehari dengan gaji kecil dan dilarang keluar rumah.
Poin Utama
- Four Corners berbicara dengan tiga pekerja yang hidup dalam kondisi perbudakan di tiga kediaman diplomat yang berbeda di Canberra.
- Jenny Stanger dari Salvation Army mengaku melihat lebih 20 kasus dari kediaman para diplomat.
- Konsep kekebalan hukum internasional membuat diplomat asing tidak tunduk pada hukum Australia.
Demikian terungkap dalam laporan program Four Corners ABC yang mewawancarai tiga ART. Ketiganya menyebut kondisi mereka sama dengan perbudakan yang dilakukan diplomat di tiga kedutaan berbeda di Canberra. Namun karena kekebalan diplomatik, pihak berwenang Australia sejauh ini tidak berdaya mengambil tindakan.
"Begitu luar biasa jika mengingat di jantung Australia, kebiasaan abad ke-19 semacam ini tetap berjalan," kata David Hillard, pengacara pro bono di firma hukum Clayton Utz, yang mewakili beberapa ART yang lolos.
"Perbudakan sedang terjadi di seluruh dunia dan Australia tidaklah terkecuali," kata salah satu ART kepada Four Corners.
"Saya seperti di sel dalam penjara, seperti di dalam kotak atau di ruangan - yang Anda lihat empat sudutnya setiap hari," tambahnya.
Aturan pemerintah Australia mengharuskan semua ART di kediaman diplomatik menyimpan paspor mereka setiap saat. Namun dua ART yang diwawancarai mengakui paspor mereka diambil oleh majikan.
Jenny Stanger dari badan amal Salvation Army selama satu dekade menangani masalah ART yang dieksploitasi. "Kami memiliki lebih dari 20 kasus yang berasal dari kediaman diplomatik, terutama di Canberra," kata Stanger.
Salah satu diplomat masih menjabat dalam posisi senior. Padahal, mantan ART-nya telah mendapatkan visa perlindungan karena tidak aman kembali ke negara asalnya setelah dia melarikan diri. Para ART yang diwawancarai Four Corners mendapatkan kontrak di negara asalnya dan diperiksa oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, mengatakan mereka dijanjikan upah minimum dan akan memenuhi UU kerja di Australia.
Namun saat sampai di Australia, salah satunya diberitahu untuk melupakan kontrak tersebut. Mereka semua dibayar hanya sebagian kecil dari gaji yang dijanjikan. Para ART ini mengatakan tidak pernah mendapatkan libur akhir pekan, tidak ada hari libur dan tidak ada penggantian lembur, bekerja sampai 18 jam sehari.
"Saya pikir hal ini menunjukkan secara jelas pengabaian hukum dan harapan kita mengenai bagaimana mempekerjakan seseorang di Australia," kata Stanger.
Kekebalan diplomatik membuat para diplomat asing tidak dapat dibawa ke pengadilan di Australia. Alison Pert, pakar hukum internasional dari University of Sydney, mengatakan jika Australia memberlakukan pengecualian terhadap kekebalan diplomatik maka berarti diplomat Australia pun akan mendapat perlakuan yang sama di negara lain.
"Jadi, pilihannya benar-benar moral atau politis - bukan masalah hukum," kata Dr Pert.
Hal itu termasuk jika negara asal diplomat yang menghapus kekebalan diplomatik, memberhentikan diplomat, atau meminta mereka membayar gaji yang harus dibayarkan kepada ART-nya.
Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengatakan memperlakukan tuduhan penganiayaan terhadap ART oleh diplomat asing secara sangat serius dan hal ini merupakan urusan polisi.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.