Senin 12 Feb 2018 16:42 WIB

Ini Kendala yang Hambat Perluasan Pasar Baru Ekspor RI

Indonesia sudah tujuh tahun tidak menjalin FTA dengan negara tujuan ekspor potensial.

Rep: Rizky Zaramaya/ Red: Budi Raharjo
Kendaraan melintas diantara peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta,Ahad (7/1).
Foto: Republika/Prayogi
Kendaraan melintas diantara peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta,Ahad (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Perdagangan sedang memetakan strategi untuk meningkatkan ekspor. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pemerintah mendorong penyelesaian free trade agreement (FTA) dan Preferential Trade Agreeements (PTA) dengan sejumlah negara.

Enggar mengungkapkan, salah satu penyebab ekspor Indonesia tertinggal dengan beberapa negara lain di Asia Tenggara karena belum memiliki FTA maupun pernjanjian perdagangan lainnya. Adapun, Indonesia sudah tujuh tahun tidak menjalin FTA dengan negara tujuan ekspor yang potensial.

Enggar menyebut, Indonesia baru menyelesaikan satu FTA di 2017 dengan Chile. Sementara masih ada 10 perjanjian perdagangan bebas yang sedang dalam tahap negosiasi.

"Banyak sekali negara yang mengeluhkan kepada kita, karena sudah launch joint study tapi berhenti. Ini semata-mata bukan kesalahan kita, karena kadang masalah politik di dalam negeri mereka pun menjadi soal," ujar Enggar ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Senin (12/2).

Enggar mengatakan, Wakil Presiden Jusuf Kalla memerintahkan agar Kementerian Perdagangan dapat menjaga pasar lama seperti Amerika Serikat dan Eropa. Selain itu, pasar ekspor di Cina juga besar, apalagi pada November 2018 akan ada event pameran terbesar di negara tersebut. Melalui event ini diharapkan Indonesia bisa menjaring pasar di Negeri Tirai Bambu.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan juga tengah menjajaki sejumlah pasar baru tujuan ekspor. Namun, menurut Enggar penjajakan pasar baru masih terkendala, misalnya di Afrika. Penjajakan pasar baru di Afrika mengalami hambatan aturan di wilayah regional.

Di sisi lain, perdagangan Indonesia dengan Nigeria dan Afrika Selatan mulai ditingkatkan. Adapun, Indonesia juga menjajaki perdagangan dengan sistem barter karena ada beberapa negara tujuan ekspor yang terbatas dengan devisanya.

"Soal pasar baru ada beberapa kendala yang terpaksa menunda, Afrika misalnya. Namun kita gak diam begitu saja, kita juga lobi mereka untuk segera diselesaikan," kata Enggar.

Di sisi lain, pasar yang akan segera digarap oleh Indonesia yakni Pakistan, Bangladesh, dan India. Enggar berharap perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bisa segera diselesaikan sebab memiliki potensi kerja sama perdagangan yang besar. RCEP merupakan pakta perdagangan bebas yang terdiri atas 16 negara, mencakup hampir setengah populasi dunia.

Ke-16 negara anggota RCEP adalah sepuluh negara ASEAN yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Ditambah enam negara mitra Australia, Cina, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. "Kita berharap dengan RCEP juga sudah bisa lebih besar, karena itu 50 persen populasi ada disana," ujar Enggar.

Tahun ini, pemerintah menargetkan tiga perundingan untuk diselesaikan yakni Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Indonesia-Iran. Adapun, review perjanjian dengan Jepang dan Pakistan juga akan dilakukan pada 2018.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement