REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Timur Kohar Hari Santoso membenarkan adanya santri Pondok Pesantren Al Falah, Pamekasan, Madura mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) setelah melakukan imunisasi difteri. Para santri yang mengalami KIPI setelah menjalani imunisasi difteri tersebut mengalami keluhannya linu-linu, sakit kepala, dan nyeri ulu hati.
Kohar menjelaskan, kegiatan ini bermula saat digelarnya Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri di MA Al Falah Ponpes Al Falah dan Mts Ponpes Mubtadi'in Kadur, Pamekasan, Madura, pada Sabtu (10/2). Selanjutnya, pada malamnya sekitar pukul 20.15 WIB datang ke praktek pribadi dokter swasta seorang santri putri.
"Dia datang dengan keluhannya linu-linu, sakit kepala, dan nyeri ulu hati. Malam itu juga dirujuk ke Pusat Kesehatan Masyarakat (PMK) Kadur. Saat dilakukan pemeriksaan, tensi normal, suhu 36,7 derajat celcius, nadi normal, dan sadar," kata Kohar saat dihubungi Republika.co.id, Senin (12/2).
Dari keterangan orang tua pasien tersebut, lanjut Kohar, di pondok pesantren Al Falah, di mana putrinya tersebut mondok juga ada yang mempunyai keluhan sama. Malam itu juga dokter PKM Kadur berkunjung ke asrama putri Ponpes Al Falah. Tapi dari hasil observasi malam itu, tidak ada santri yang mempunyai keluhan.
Keesokkan harinya, pada Ahad (11/2), ternyata banyak santriwati yang datang berkunjung ke PKM Kadur dengan keluhan nyeri ulu hati dan sakit kepala. Bahkan, hingga pukul 18.00 WIB di hari yang sama, ada 110 santri yang mengalami keluhan sama, sehingga beberapa harus dirawat inap.
Kohar melanjutkan, tidak semua pasien yang mengalami kejadian tersebut harus dirawat inap. Setidaknya, pada Ahad (11/2) malam, ada sekitar 54 santri yang dirawat inap dengan rincian dirawat di PKM Kadur 22 orang, di RSUD Pamekasan lima orang, di RSMN satu orang, di PKM Galis satu orang dan di PKM Larangan 25 orang.
"Sementara yang 56 sisanya tadi sudah dipulangkan dan tidak perlu dirawat inap," ujar Kohar.
Kejadian tersebut juga menyebabkan ditundanya jadwal ORI difteri susulan di Desa Kadur, Pamekasan Madura. Padahal, di jadwal sebelumnya, ORI difteri susulan tersebut akan digelar, pada Senin (12/2). Namun, akibat adanya kejadian tersebut, kata Kohar, ORI Difteri susulan diundur dan akan dijawal ulang.
Berdasarkan catatan WHO individu atau kelompok memang dapat menjadi stres dan mungkin bereaksi sebelum atau sesudah dilakukan penyuntikan jenis apapun. Namun pada dasarnya kejadian tersebut tidak berhubungan dengan kandungan vaksin atau obat yang disuntikkan.
"Pingsan (vasovagal syncope or syncope) umum terjadi pada sebagian anak-anak yang berusia di atas lima tahun atau remaja," ujar WHO dalam Global Manual on Surveillance of Adverse Events Following Immunization: WHO- 2014.
Jika pingsan menurut WHO, tidak memerlukan tindakan klinis apapun selain menempatkan pasien dalam posisi terlentang. Beberapa anak yang pingsan mungkin memiliki kejang-kejang (syncopal hypoxic convulsion). Kejang yang terjadi merupakan jangka pendek (tonicclonic seizure).
Tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan menjaga anak agar berbaring, menjaga pernapasan dan menempatkan anak dalam posisi miring ke kiri dengan posisi tangan kiri ditekuk yang memungkinkan paru-paru mengembang dengan leluasa. Agar tidak terjadi pingsan pascaimunisasi harus diantisipasi saat memberikan imunisasi pada remaja.
Hal ini dapat dikurangi dengan meminimalkan stres seperti menunggu giliran suntik di ruang tunggu yang nyaman, persiapan pemberian vaksin dilakukan di ruangan lain yang tidak terlihat dari ruang tunggu, dan menjaga privasi anak ketika disuntik.