REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan brutal terhadap jemaat Gereja ST Lidwina di Gamping, Sleman, Yogyakarta, pada Ahad (11/2) lalu adalah perbuatan terkutuk. Pasalnya, apa pun alasan dan siapa pun pelakunya perbuatan itu tergolong perbuatan teror.
"Muhammadiyah mengecam keras perbuatan teros tersebut," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Senin (12/2).
Apalagi, sebelumnya, penyerangan juga menimpa dua ulama di Bandung, Jawa Barat. Karena itu, Haedar meminta, agar tindakan nista tersebut tidak dibiarkan terjadi berulang. Ia juga meminta agar semua pihak tidak mentoleransi sedikit pun perbuatan yang dilarang semua agama dan hukum tersebut.
"Perbuatan biadab tersebut sama sebagai bentuk teror dan kekerasan langsung terhadap tokoh dan umat beragama, yang tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja dan tertutupi oleh kasus-kasus lain yang datang berikutnya. Setiap bentuk teror dan kekerasan oleh siapa pun dan terhadap siapa pun merupakan tindakan terkutuk," kata dia.
Haedar mengatakan, Muhammadiyah menuntut dengan tegas agar aparat keamanan khususnya kepolisian dan para penegak hukum untuk mengusut tuntas berbagai kasus tragis tersebut secara sungguh-sungguh, objektif, dan tanpa pandang bulu sesuai koridor hukum yang berlaku. Dia meminta, agar pihak berwenang mengungkap siapa pelaku dengan motif dan tujuan yang sesungguhnya.
Haedar juga meminta, agar semua pihak tidak tergesa-gesa mengembangkan opini dangkal dan bias atas peristiwa-peristiwa yang menimpa tokoh dan umat beragama tersebut. Karena belum diketahui, apakah tindakan keji tersebut ada kaitannya dengan intoleransi dan radikalisme beragama atau bentuk lain dari perbuatan-perbuatan kriminal keji atau berlatar-belakang politis dan sebagainya.
"Berikanlah kesempatan kepada pihak kepolisian dan aparat penegak hukum untuk mengungkap dan mengusut kasus teror tersebut secara tuntas dengan sebenar-benarnya," ucapnya.
Muhammadiyah berharap, agar baik umat beragama maupun warga bangsa dimanapun untuk tetap tenang dan tidak tersulut emosi atas kejadian teror yang menggemparkan tersebut. Ia menekankan, agar berbagai pihak, termasuk para pejabat dan elite bangsa, untuk tetap bijak dan bersikap proporsional agar tidak memperluas kecemasan dan saling curiga di tubuh bangsa. Di samping, agar semua pihak waspada dan menaruh keprihatinan yang seksama atas kejadian-kejadian yang tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan tersebut.
Ditegaskan Haedar, neraca keadilan pun tetap harus ditegakkan. Hal itu agar jangan sampai satu kasus menjadi perhatian luas secara nasional sampai ke internasional, sementara yang lainnya terabaikan.
Dalam hal ini, dia mengingatkan, agar semua elemen umat beragama dan komponen bangsa untuk bersatu melawan segala bentuk teror di negeri ini. Ia mengingatkan, agar hal itu tidak merusak kekhidmatan beribadah dan kerukunan umat beragama satu sama lain.
"Peristiwa tragis tersebut juga jangan memberi ruang bagi sikap saling curiga dan benih adu-domba, yang merugikan kehidupan bersama. Kehidupan beragama ternyata bukan hanya menyangkut kerukunan, kemajemukan, dan toleransi, tetapi juga memerlukan kedamaian, ketenteraman, dan keamanan untuk menjadi milik bersama dan dilindungi negara," katanya.
Menurut dia, negara tidak boleh toleran atas teror kekerasan terhadap tokoh dan umat beragama. Negara, kata dia, harus bertindak objektif dan tidak diskriminasi. Terkait ini, dia mengatakan, Muhammadiyah percaya aparat kepolisian dan penegak hukum akan mengusut tuntas berbagai kasus tragis tersebut dengan cepat, tegas, adil, objektif, dan berdasarkan hukum yang sebenar-benarnya.
Ia juga mengajak seluruh umat beragama dan warga bangsa agar makin memperkokoh persaudaraan, saling menghormati dan mencintai, serta membangun jalinan sosial yang tulus dan rukun. Hal itu, menurutnya, demi tegaknya kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara yang damai, maju, dan berperadaban mulia di Indonesia.
"Semoga Allah SWT melindungi umat dan bangsa Indonesia dari segala marabahaya, seraya tetap bersyukur dan menjalani kehidupan sejalan dengan ajaran-ajaran-Nya yang luhur dan utama," ujarnya.
Seperti diketahui, penyerangan terjadi terhadap sejumlah jemaat dan pendeta di Gereja Santa Lidwina di Sleman, Yogyakarta, saat mereka tengah melaksanakan misa, Ahad (11/2) pagi. Sebelumnya, serangan terjadi pada seorang biksu di Tangerang. Pada Januari lalu, penganiayaan dilakukan oleh pelaku yang diduga sakit jiwa terhadap pengasuh Pesantren Al Hidayah, KH Umar Basri, di Cicalengka, Bandung. Tak lama berselang, penyerangan terjadi pada Komandan Brigade Persatuan Islam (Persis),