Senin 12 Feb 2018 20:35 WIB

Soal Surat Anas, Demokrat: Kami Fokus Mengawal Laporan SBY

Ermawati berharap polisi cepat menindaklanjuti laporan SBY

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam surat yang beredar, mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Anas Urbaningrum membantah tuduhan dia menyusun skenario untuk menyeret Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kasus KTP-Elektronik. Anas juga membantah tuduhan temui pihak tertentu di Lapas Sukamiskin sebelum nama presiden Republik Indonesia ke-6 itu muncul di dalam sidang perkara Setya Novanto.

Terkait itu, Politikus Partai Demokrat, Ermawati Suryani menegaskan pihaknya tidak ingin terpengaruh. Justru para kader Partai Demokrat, tetap konsisten untuk mengawal laporan SBY di Bareskrim beberapa waktu lalu.

"Kami konsentrasi mengawal laporan SBY di Polisi. Yang dilaporka SBY pada polisi sebagai pelaku fitnah adalah Firman Wijaya," ungkap Ermawati saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin (12/2).

Oleh karena itu, dia berharap jangan sampai ada kesan polisi lamban memproses fitnah terhadap partai tokoh non pemerintah. Namun, kata Ermawati, bersikap secepat kilat menyidik laporan laporan dari partai atau pendukung pemerintah.

"Saya kira polisi harus cepat mengusut ini. Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dan fitnah lagi," kata dia.

Berikut isi tulisan surat yang dibuat oleh Anas:

"Awalnya saya geli dengar cerita ada tuduhan pertemuan di Sukamiskin untuk merancang fitnah kepada Pak SBY dan Mas Ibas. Tetapi karena menjadi berita luas, dagelan itu perlu diluruskan, karena bisa menyesatkan. Jelas bahwa tidak pernah ada pertemuan di Sukamiskin yang dihadiri oleh Anas Urbaningrum, Firman Wijaya, Mirwan Amir, dan Saan Mustofa. Terpikir untuk bikin pertemuan saja tidak pernah, tidak ada hujan besok tiba-tiba ada banjir hoax. Itu cerita hoax berasal dari surat hoax yang entah dibikin oleh siapa. Tapi jelas disebarkan oleh siapa saja. Mudah banget untuk membuktikan pertemuan itu fakta atau hoax. Ada CCTV, buku tamu, dan banyak warga yang bisa ditanya. Hoax kok dipercaya dan disebarkan. Lalu kemana kampanye anti hoax dan fitnah yang belum lama didelarasikan. Hoax juga disebarkan hampir bersamaan dengan narasi jihad untuk keadilan. Ada kontradiksi yang nyata diantara keduanya. Citra kekuasaan, ketenaran dan kekayaan boleh dicapai. Tapi caranya tidak mesti dengan menista orang lain dengan hoax dan tuduhan konspirasi fitnah. Keadilan mesti diperjuangkan dengan cara-cara yang sejalan dengan makna keadilan itu sendiri."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement