REPUBLIKA.CO.ID, KEBUMEN - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian melakukan panen perdana padi dengan teknologi Larikan Gogo (Largo) Super di Desa Banjarejo, Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Senin (12/2). Teknologi Largo Super telah meningkatkan produktivitas padi di daerah lahan kering tersebut.
Kepala Balitbangtan Kementan, Andi Muhammad Syakir, mengatakan, selama ini Indonesia mengandalkan pertanian padi di lahan irigasi atau tadah hujan dengan total lahan 8,1 juta hektare. Namun, permintaan beras juga mengalami peningkatan seiring laju pertumbuhan penduduk.
Kementan selama ini konsen pada peningkatan produktivitas lahan sawah irigasi dan tadah hujan yang tadinya panen satu kali menjadi dua kali dan sekarang tiga kali dalam setahun. "Ke depan selain konsen peningkatan produktivitas, mulai sekarang ini kamj konsen pemanfaatan lahan kering sebagai sumber penghasil padi," kata Muhammad Syakirt.
Dia menyebutkan, saat ini, luas lahan kering di Indonesia mencapai 144,41 juta hektare. Sebagian besar belum dioptimalkan. Padi yang dapat ditanam di lahan kering antara lain, padi gogo, padi ladang atau padi huma. Saat ini baru sekitar 1,1 juta hektare luas areal panen panen padi gogo yang sebagian besar lahan kering dataran rendah dan berupa tanaman monokuktur.
Selain lahan kering eksisting tersebut, masih banyak potensi lahan kering di Indonesia yang belum dimanfaatkan untuk produksi padi. Seperti padang alang-alang dan hutan sekunder di luar Jawa yang luasnya mencapai 3,5 juta hektare. Serta lahan di sela-sela tanaman perkebunan yang tersedia sekitar 2 juta hektare per tahun.
Menurut Syakir, produktivitas padi gogo yang ditanam petani saat ini baru menghasilkan 4 ton per hektare. Karenanya, Balitbangtan menyiapkan teknologi Largo Super dimana Kebumen menjadi proyek percontohan. Luas lahan percontohan teknologi Largo Super di Kebumen mencapai 100 hektare.
"Hasil pengkajian teknologi Largo Super di Kebumen ini bisa meningkatkan produksi padi hampir 100 persen. Produksi padi gogo dapat mencapai 7,9 ton per hektare meningkat hampir 3 ton dibandingkan rata-rata di petani yang hasilnya sekitar 4 ton per hektare," terang Syakir.
Largo Super terdiri atas beberapa komponen teknologi. Pertama, penggunaan benih bermutu varietas unggul padi gogo dengan potensi hasil tinggi seperti Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10 dan Inpago 11. Kemudian pengolahan tanah menggunakan pupuk organik ditambah biodekomposer Agrodeko yang dapat mempercepat proses pengomposan biomassa tanaman secara insitu dengan menurunkan C/N dari 40-60 menjadi 15-20 dalam waktu lebih kurang 14 hari. Selanjutnya, penggunaan pupuk hayati Agrimeth yang diaplikasikan pada benih padi. Kemudian penggunaan pupuk anorganik yang berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah untuk Lahan Kering (PUTK), serta mekanisasi penuh sejak pengolahan tanah, tabur benih, penyiangan gulma dan panen.
Di samping itu, pengaplikasian Largo Super juga didukung teknologi modern dalam proses penanaman benih dengan alat tanam benih langsung (Atabela). Kemudian saat panen menggunakan alat combine harvester.
Teknologi Largo Super tersebut rencananya akan diterapkan lebih luas lagu di daerah lahan kering lainnya di Indonesia. "Kegiatan scaling up ini akan dikawal oleh peneliti dan penyuluh BPTP Balitbangtan di 33 provinsi," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sumber Makmur Desa Banjareja, Kasiman (60), mengatakan dari total wilayah tanam 20 hektare, kelompoknya melaksanakan teknologi Largo Super sebanyak 16 hektare. Sisanya 4 hektare ditanami tanaman lain dan ada petani yang masih ragu-ragu.
"Awalnya saya ragu-ragu. Karena teknologi ini teknologi baru di Indonedia. Tapi setelah kami jalankan ternyata bisa berjalan," ungkap Kasiman.
Kasiman menyatakan hasil dari penerapan teknologi Largo Super tersebut cukup memuaskan. Terdapat perbedaan mencapai 3 - 5 kilogram gabah per 25 meter persegi. Sebelum menerapkan Largo Super, hasilnya 14 kilogram per 25 meter persegi. Sekarang dengan Largo Super hasilnya antara 17 - 21 kilogram per 25 meter persegi.
Namun, di tengah perjalanan penerapan teknologi tersebut, Kasiman mengaku menghadapi kendala. Saat itu, hujan datang lebih awal sehingga bibit padi tumbuh bersamaan dengan rumput. "Permohonan ke depan, benih unggul yang berkualitas, mudah didapat melalui bantuan atau di pasar," ucap Kasiman.