Selasa 13 Feb 2018 13:16 WIB

Pengamat: Penyerangan Tokoh Agama Sulit Dilepas dari Politik

Aksi penyerangan terlalu terlihat dan aneh kalau disebut kebetulan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Pakar Komunikasi Politik Hendri Satrio (kiri)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Pakar Komunikasi Politik Hendri Satrio (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penyerangan yang terjadi kepada berbagai tokoh agama dan juga tempat ibadah berulang kali terjadi di Indonesia. Salah satu pengamat politik, Hendri B Satrio menyatakan penyerangan-penyerangan yang terjadi sulit dilepaskan dari keadaan politik di Indonesia.

"Gerakan ini (kasus penyerangan, Red) terlalu terlihat dan aneh untuk sebuah gerakan yang disebut kebetulan. Sulit sekali bagi masyarakat mempercayai bahwa gerakan ini tidak ada hubungannya dengan tahun politik," ujar Hendri saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (13/2).

Hendri kemudian menyatakan ada sebuah teori politik yang membahas mengenai suatu negara demokrasi. Negara yang demokratis akan mudah melaksanakan demokrasinya jika sudah mencapai tiga hal. Yaitu kesetaraan hukum, ekonomi yang merata, serta kedewasaan politik yang didalamnya termasuk toleransi.

Hal toleransi ini disebut sebagai pekerjaan rumah yang sangat besar bagi pemerintahan Jokowi saat ini. Apalagi masalah toleransi semakin menguat sejak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI yang terjadi setahun silam. "Toleransi ini mulai jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah sejak Pilkada DKI Jakarta yang berlangsung 2016 lalu. Puncaknya tahun 2017. Awal gesekannya kan terjadi di tahun 2016," lanjut Hendri.

Hingga saat ini disebut Hendri masalah terkait toleransi masih belum bisa diredam. Hendri juga menyatakan dia sudah memberikan saran kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan evaluasi khususnya terhadap Menteri yang berkaitan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. "Namun hingga saat ini tidak diganti, entah sudah dievaluasi atau belum," ujar dia.

Saat ini hampir semua agama sudah menjadi korban dari penganiayaan ini. Mulai dari Budha, Kristen, apalagi Islam. Keterburu-buruan pihak kepolisian menyebut pelakunya gila atau terpengaruh pemikiran radikal menjadi pemicu masalah toleransi ini. Pemerataan hukum bagi siapa pun, Hendri mengatakan, harus ditaati.

"Bagaimana dengan misalnya pelanggaran lain? Contohnya saja salah satu petinggi partai politik yang jelas-jelas mendiskreditkan sebuah agama, sampai sekarang kan tidak diapa-apain. Jadi masyarakat perlahan tapi pasti melihat ada ketidak pastian hukum terkait toleransi," ujar Hendri.

Terakhir Hendri menyatakan bahwa masyarakat sedang diadu domba. Tantangan yang ada baik di masyarakat maupun politik juga disebut semakin berat dan perlu dibereskan secepatnya. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement