REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Garut menetapkan bakal calon bupati (cabup), Agus Supriadi gagal mengikuti pilkada. Ia tak berhasil memenuhi persyaratan hingga harus gugur. Tim sukses Agus mengklaim akan menempuh proses hukum guna menyikapi hal itu.
Ternyata salah satu hal yang menjegalnya ialah belum keluarnya surat pengakhiran masa bimbingan dari Badan Permasyarakatan (Bapas) Garut. Salah satu syarat keluarnya surat tersebut ialah tuntasnya pembayaran uang pengganti (UP) dari Agus yang sebelumnya tersangkut kasus korupsi.
Berdasarkan catatan Kepala Bapas Garut Lilis Yuaningsih, Agus mempunyai UP sebanyak Rp 10,8 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 1,2 miliar sudah dibayarkan dan Agus sudah menempuh masa tahanan selama 1 tahun 4 bulan di Lapas Sukamiskin Bandung.
Aset Agus senilai Rp 329 juta pun sudah disita KPK. Kini, sisa UP dipertanyakan pihak Bapas dan Agus ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar bisa diselesaikan.
"Pak Agus utangnya (UP) berapa lagi? KPK jawab kemarin belum selesai (dihitung) uang pengganti. UP itu wajib dibayar," katanya pada wartawan, Selasa (13/2).
Ia mengaku sudah mendatangi langsung kantor KPK sekaligus berkirim surat untuk meminta kejelasan UP Agus. Tapi hasilnya pun nihil hingga saat ini.
Lilis menekankan bahwa Agus sebenarnya ingin membayar sisa UP tersebut. Hanya saja, KPK belum selesai menghitungnya.
"Masih ada kewajiban uang pengganti. Saya tanya lagi berapa sih kurangnya? Belum dijawab juga oleh KPK soal uang pengganti. Agus akhirnya komplain ke KPU dan Panwaslu," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Bapas tak ada niatan menjegal Agus ikut pilkada. Agus sendiri sudah berusaha menuntaskan UP sejak 2016. Tapi permintaan penuntasan UP ke KPK tak pernah ada jawaban.
"Bapas tidak ada niatan jegal (Agus), kami tidak ada niatan itu, saya enggak kenal paslon lain. Bapas jalankan undang-undang akan keluarkan surat pengakhiran bila (KPK) keluarkan berapa sih UP yang harus dibayarkan," ujarnya.