REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia untuk pertama kali dalam sejarah akan segera memiliki sebuah bandara dengan terminal terapung. Tepatnya di Bandar Udara Internasional Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah.
Disebut sebagai terminal terapung (floating airport) karena terminal baru Bandara Ahmad Yani dibangun di atas lahan lunak dan sebagian besar berair dengan menggunakan tiang pancang dan metode prefabricated vertical drain (PVD) untuk memadatkan lahan lunak tersebut. PVD merupakan sistem drainase buatan yang dipasang di dalam lapisan tanah lunak.
Desain terminal baru Bandara Ahmad Yani mengadopsi konsep eco-airport yang direncanakan, dikembangkan, dan dioperasikan dengan tujuan menciptakan sarana dan pra-sarana perhubungan yang ramah lingkungan serta berkontribusi positif pada lingkungan hidup.
Eco-Airport merupakan inisiatif gerakan untuk mengadopsi pendekatan pengelolaan bandara yang ramah lingkungan. Untuk kepentingan tersebut dilakukan pengukuran yang jelas terhadap beberapa komponen yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Melalui penerapan konsep eco-airport diharapkan operasional bandara dapat mencegah terjadinya polusi. Komponen pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup terkait eco-airport terdiri dari kebisingan, getaran, udara, air, tanah, sampah, energi, kawasan keselamatan operasi penerbangan dan kesehatan masyarakat atau lingkungan alamiah lainnya.
Kemajuan pembangunan terminal baru Bandara Ahmad Yani pada Ahad (11/2) ditandai saat PT Angkasa Pura I (Persero) melakukan penutupan atap terminal baru oleh Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Terminal baru Bandara Ahmad Yani Semarang ini direncanakan mulai beroperasi (minimum persyaratan) pada Mei 2018. Pengoperasian terminal baru bandara ini diharapkan menjawab masalah minimnya kapasitas yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir.
Pengoperasian terminal baru dan pengembangan bandara senilai Rp 2,07 triliun ini merupakan solusi sejumlah masalah yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Kapasitas Bandara Ahmad Yani hanya mampu menampung 800 ribu penumpang per tahun, namun realisasinya pada 2017 sudah melayani 4,4 juta penumpang sehingga membuat penumpang tak nyaman dengan kepadatan tersebut.
Potensi pertumbuhan penumpang sebesar 10 persen tiap tahunnya juga dapat diakomodasi oleh keberadaan terminal dan infrastruktur baru Bandara Ahmad Yani. Terminal baru Bandara Ahmad Yani memiliki luasan area 58.652 meter persegi, hampir sembilan kali lebih besar dibanding luasan terminal eksisting yang hanya seluas 6.708 meter persegi.
Luasan tempat parkir pesawat (apron) nantinya mencapai 72.522 meter persegi yang dapat menampung 13 pesawat narrow body atau konfigurasi 10 pesawat narrow body dan dua pesawat berbadan besar kargo.
Beroperasi Mei
Bangunan terminal baru di sebelah utara landasan pacu (runway) eksisting sebagian besar berdiri di atas air dan dikelilingi kolam, mulai dari gedung terminal, gedung parkir, dan wetland park area.
Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodir konteks lahan yang sebelumnya merupakan lahan rawa. Pada area bandara juga ditanami 24 ribu bibit mangrove atau bakau untuk medukung pelestarian lingkungan yang dapat menghadirkan banyak keistimewaan, baik dari aspek fisik, ekologi, maupun ekonomi. Keberadaan hutan bakau nantinya di sekitar bandara dapat dikembangkan sebagai obyek wisata alam tersendiri.
Terminal baru Bandara Ahmad Yani ditargetkan beroperasi dengan syarat minimum pada Mei 2018 sehingga sudah dapat melayani penumpang pada masa mudik dan libur Lebaran Juni tahun ini.
Syarat minimum tersebut antara lain terminal penumpang, gedung parkir satu lantai, terminal kargo, masjid, gedung Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK). Sedangkan pengoperasian penuh Bandara Ahmad Yani ditargetkan dapat dilakukan pada awal 2019.