REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam menjalankan ibadah, kaum Muslimin diberikan kemudahan. Sedikitnya terdapat 60 masjid di ibu kota Austria tersebut. Masjid yang dahulu tertutup di sebuah bangunan atau rumah warga, kini tertampang jelas.
Bahkan, sebuah pusat kebudayaan majid juga didirikan di Wina dengan nama “Palzgazze”. Pembangunan ini didukung oleh negara Turki. Selain itu, pemakaman Muslim juga tersedia lapangan di Wina. Terdapat sekitar 34 ribu kilometer yang selama ini menampung jasad Muslimin.
Tak hanya hidup nyaman dalam kegiatan sosial maupun ekonomi, Muslimin pun mendapatkan hak di ranah politik. Tak hanya di Wina, namun seluruh Austria merasakan hak yang sama. Hanya saja, Wina lah pencetus hak untuk politikus Muslim.
(Baca: Islam di Tanah Musik Klasik)
Hal itu terjadi pada 2002 lalu, seorang politikus Muslim, Amr al-Rawi terpilih langsung menjadi dewan perwakilan Kota. Pria kelahiran Irak pun menyuarakan hak Muslim di kursi pemerintahan. Bahkan, tak terbatas di Kota Wina, ia pun ikut serta dalam pemilu parlemen nasional dan terpilih.
Seluruh hak dan perlakuan yang diperoleh Muslimin Wina tak terlepas dari peraturan nasional. Negara republik federal ini menjamin kebebasan beragama bagi umat Islam.
Pada 1878, Pemerintah Austria mengakui Muslimin secara legal yang disebut dengan “Anerkennungsgesetz” (Act of Recognition). Bahkan, sejak 1867, Muslimin telah diberi hak untuk mendirikan masjid dan menjalankan ibadah. Pelayanan sipil juga didapatkan Muslimin.
Kemudian pada 1912, Islam benar-benar diakui secara konstitusional sebagai sebuah agama. Austria yang saat itu dipimpin Kaisar Franz Joseph I itu pun memberikan hak Muslim dalam hukum publik, pembentukan komunitas, dan memiliki badan keagamaan resmi negara.
Tak lama setelah itu, Muslimin pun bersatu dalam komunitas yang mereka namai dengan Viennese Islamic Religion Community atau Komunitas Agama Islam Wina. Saat ini banyak komunitas atau organisasi lain yang menaungi aktivitas Muslim Wina.
Dengannya, kehidupan mereka pun makin terlayani dengan baik. Meski hidup sebagai minoritas, mereka tak pernah merasa dibedakan apalagi diperlakukan secara diskriminatif.n