REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan agar pembentukan lembaga pengawas independen KPK diatur dalam sebuah undang-undang. Sehingga, tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan melalui revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
"Saya menyarankan sebaiknya lembaga pengawas tersebut dibentuk melalui format UU kalau kita mau mempertahankan KPK yang powerful seperti sekarang," kata Fahri usai Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/2).
Menurut dia, kalau lembaga tersebut mau dibentuk dengan UU maka langkah yang tepat adalah melalui revisi UU KPK. Dia menilai apabila saat ini KPK membentuk lembaga pengawas independen, maka kekuatannya tidak sekuat ketika dibentuk dengan aturan UU.
Fahri mencontohkan lembaga pengawasan di Kepolisian dan Kejaksaan yang dibentuk dengan UU yaitu Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Kejaksaan. "Selayaknya ada pengawasan di KPK, pengawasan itu belum ada karena UU KPK belum mengatur. Sadarlah di KPK kalau tidak diatasi maka bisa bermasalah," ujarnya.
Fahri mengakui bahwa KPK memiliki komite etik yang berbentuk ad hoc. Namun, institusi itu diharapkan memiliki lembaga yang melakukan pengawasan secara intensif, bukan dibentuk apabila ada sebuah kasus di internal.
Dia menilai KPK sebagai lembaga ad hoc memerlukan pengawasan yang permanen untuk mengawasi tugas pemberantasan korupsi yang dijalankan KPK. "Komite Etik KPK kan bentuknya ad hoc, kami harapkan ada lembaga yang lebih intensif lakukan pengawasan. Komite Etik dibentuk kalau ada kasus saja sehingga meskipun KPK lembaga ad hoc namun pengawasannya harus permanen," katanya.
Sebelumnya, Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang Tugas dan Kewenangan KPK merekomendasikan KPK membentuk lembaga pengawas independen, dalam kerangka terciptanya checks and balances. "Kepada KPK disarankan melalui mekanisme yang diatur sendiri oleh KPK membentuk lembaga pengawas independen," kata Ketua Pansus KPK Agun Gunandjar Sudarsa dalam Rapat Paripurna DPR, di Jakarta, Rabu.