REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSUKON -- Nelayan tradisional di Kecamatan Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara, sejak dua pekan terakhir diresahkan maraknya pukat harimau yang beroperasi di perairan tersebut. Hal itu menyebabkan tangkapan ikan menurun.
Panglima Laot (hukum adat laut) Kecamatan Seunuddon, Amir Yusuf dihubungi di Lhoksukon, Rabu (14/5) menyatakan, kehadiran pukat harimau merupakan salah satu penyebab turunnya tangkapan nelayan tradisional daerah itu. "Pukat harimau dapat menjaring mulai dari ikan kecil hingga yang besar. Pukat jenis ini juga dapat merusak apa saja yang ada di laut. Tentu saja ini telah meresahkan," sebut Amir Yusuf.
Itulah sebabnya, pihak terkait diminta segera menertibkan penggunaan pukat harimau di perairan setempat. Jika tidak, Panglima Laot mengatakan, pihaknya khawatir para nelayan akan mengambil sikap sendiri yang dapat menimbulkan konflik antar sesama nelayan. "Beberapa kali mereka (nelayan) pernah mengancam akan mengambil sikap terhadap boat yang menangkap ikan menggunakan pukat harimau, tetapi kami tahan agar tidak terjadi konflik," kata Amir Yusuf.
Dia mengatakan, dalam dua pekan terakhir ada sekitar 10 hingga 15 unit boat penangkap ikan dengan pukat harimau beroperasi hampir setiap hari di perairan setempat. Mereka beroperasi baik siang maupun pada malam hari.
"Mereka beroperasi tidak jauh dari bibir pantai antara 2 mil hingga 4 mil. Selain berdapak bagi tangkapan nelayan kami, biota laut daerah juga akan rusak. Oleh karena itu, kita harapkan agar persoalan ini dapat menjadi perhatian bersama," pinta Amir Yusuf.
Tak hanya kerusakan pada biota laut, jaring milik nelayan yang ditebar untuk menangkap ikan juga sering rusak diarungi pukat harimau saat mereka menangkap ikan. Menurut Amir Yusuf, persoalan kerusakan jaring ini bukan baru terjadi. Dengan demikian, Amir Yusuf berharap agar adanya perhatian khusus dari dinas terkait untuk menertipkan penggunaan pukat harimau.