REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membacakan hasil rekomendasinya dalam rapat Paripurna, Rabu (14/2). Anggota Pansus dari Fraksi PPP Arsul Sani menegaskan, KPK wajib melaksanakan rekomendasi tersebut.
"Kalau tidak dilaksanakan, maka DPR dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya lagi, apakah hak interpelasi, hak angket lagi atau hak mengajukan pertanyaan itu bisa," kata Arsul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2).
Arsul melanjutkan, rekomendasi tersebut juga mengikat sebagaimana denganmitra kerja DPR yang lain. Dalam rekomendasinya, Pansus Hak Angket KPK merekomendasikan KPK untuk membentuk rekomendasi eksternal.
"Kalau kita lihat hampir semua lembaga itu sekarang tidak diawasi secara internal saja, tapi dibutuhkan pengawas eksternal," ujarnya.
Arsul mengatakan DPR adalah pengawas umum bukan pengawas sehari-hari yang mengawasi secara penuh sehingga diperlukan pengawas eksternal. Awalnya Pansus Hak Angket tersebut hanya merekomendasikan perlunya pengawas di internal KPK. Arsul mengungkapkan, munculnya rekomendasi tersebut dikarenakan adanya dinamika di dalam DPR sebagai upaya untuk memuaskan publik.
Sementara itu Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengatakan rekomendasi terkait pembentukan Dewan Pengawas KPK mudah dilakukan karena tidak dibentuk oleh UU. "Kalau kepolisian ada kompolnas dibentuk UU, kejaksaan ada komisi kejaksaan yang dibentuk UU. Sementara KPK enggak ada pengawasnya, padahal KPK punya power lebih kuat dari polisi dan jaksa," kata Fahri.
Meskipun di KPK kini ada Komite Etik, namun menurut dia Komite Etik hanya bersifat adhoc. "Yang kami harapkan yang lebih intensif lakukan pengawasan," ucapnya.
(Baca juga: Soal Rekomendasi Pansus Angket, Ini Jawaban KPK)