Kamis 15 Feb 2018 14:57 WIB

Tujuh Tanggul di Mataram Rusak Akibat Cuaca Ekstrem

Tiga titik di antaranya di Kali Jangkuk.

Red: Yudha Manggala P Putra
Awan hitam menyelimuti langit di perairan laut Jawa, Selasa (14/3). Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda, Surabaya cuaca ekstrem yang melanda wilayah Jawa Timur diperkirakan berlangsung hingga Mei 2017.
Foto: Umarul Faruq/Antara
Awan hitam menyelimuti langit di perairan laut Jawa, Selasa (14/3). Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda, Surabaya cuaca ekstrem yang melanda wilayah Jawa Timur diperkirakan berlangsung hingga Mei 2017.

REPUBLIKA.CO.ID,  MATARAM -- Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat menyebutkan, hingga saat ini tercatat tujuh titik tanggul rusak di wilayahnya. Kerusakan akibat cuaca ektrem.

"Tujuh tanggul itu adalah tiga titik di Kali Jangkuk, sisanya berada di Kali Unus dan wilayah Pesongoran," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umun dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram H Mahmuddin Tura di Mataram, Kamis (15/2).

Ia mengatakan, kerusakan tanggul tersebut rata-rata sekitar 20-30 meter, sementara untuk proses perbaikannya dilakukan bekerja sama dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I, mengingat anggaran pemerintah kota sangat terbatas.

Penanganan tanggul jebol dengan skala besar diserahkan ke BWS sedangkan yang kecil-kecil dikerjakan PUPR Mataram menggunakan sumber dana tanggap darurat dengan asumsi anggaran Rp 1,5 juta per meter.

"Artinya, jika panjang tanggul yang rusak 30 meter maka kebutuhan anggaran sebesar Rp 45 juta," katanya.

Dikatakan, khusus untuk tanggul Jangkuk di wilayah Sukaraja, Kebon Sari, dan Kamasan akan ditangani BWS, sebab membutuhkan dana besar dan ada rumah warga yang dikhawatirkan roboh.

Untuk perbaikan tanggul yang roboh dikerjakan Dinas PUPR saat ini sedang berjalan, bahkan untuk perbaikan talud di Jangkuk Kelurahan Dasan Agung sudah tuntas pekan lalu.

Menurutnya, kondisi talud di kawasan Jangkuk Kelurahan Dasan Agung dan Kebon Sari dipicu juga karena tidak adanya saluran di pinggir jalan.

Akibatnya, air meresap ke dalam tanah dan resapan air mendorong talud, belum lagi karena banyaknya truk-truk besar yang hilir mudik di kawasan tersebut. "Selain itu dipicu karena cuaca ekstrem yang terjadi sehingga volume air sungai meningkat," ujarnya.

Dia mengatakan, jika pemerintah ingin membangun dengan konstruksi yang lebih kuat memang butuh anggaran besar, seperti pembangunan talud yang dirancang untuk Sungai Ancar menggunakan beton pancang sepanjang dua kilometer membutuhkan dana Rp 24 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement